Sebuah bahasa hati

Ini bukan tentang persoalan cinta, melainkan hati. Aku harap ia mengerti. Kadang memang kurasakan tak sanggup berdiri apalagi untuk berkata. Memang kuakui selama ini aku membenci sebuah kata ”Cinta”. Aku selalu tak pernah puas dengan kata itu. Ingin rasanya ku lakukan sebuah ekspsdisi untuk menemukan sebuah kata yang maknanya lebih besar dari kata itu.

Mungkin ia tak pernah mengerti mengapa aku diam seribu bahasa. Itu karena aku tak mengenal cinta dari kata, tetapi dari hati. Aku harap ia juga mengerti. Ah, ternyata tak ada yang mengerti bahasa hati. Sekarang semua telah terangkai dalam kosakata yang dengan mudahnya bisa dicari dalam kamus lengkap, wikipedia, google, atau pun world book.

Tapi aku merasa ia telah hadir dalam hatiku meski tak mengerti bahasanya, pun dengan isyarat. Aku hanya berharap ia meninggalkan hati didalamnya dan ia lupa mengambilnya sehingga ada mereka bisa berbicara dengan bahasa yang sama-sama mereka mengerti. Bukan bahasa yang kita mengerti yang biasa terucap lewat kata.

Dan kini kuharapkan sedikit senyumnya terjatuh di dalam hatiku dan ia lupa memungutnya. Sehingga ketika hati sama-sama bicara senyum itu tergantung disisinya berbingkai pigura paling indah yang pernah ada.
Ah, aku harap ia mengerti... Selengkapnya...

Jawaban yang terlambat

Pagi ini aku merasakan kembali suasana melankolis. Entah karena apa. Semenjak tengah malam tadi insomnia ku kambuh lagi, mungkin terlalu banyak hal yang dipikirkan. Atau mungkin pula karena langit semenjak tadi masih enggan berhenti mengucurkan air hujannya.

Dari dalam bis menuju kantor kuperhatikan keadaan sekitar. Suasana langit yang mendung enggan menampakkan secercah sinar mentarinya. Kaca yang berembun akibat suasana yang begitu dingin semakin meredupkan suasana. Ah, ditambah pula dengan pendingin ruangan di dalam kendaraan ini yang begitu dingin. Segera saja kurapatkan jaketku, setidaknya bisa mengurangi kadar menggigilku.

Kemudian kuambil ponsel genggam dari kantong celanaku yang sedang dalam keadaan basah akibat guyuran hujan. Lalu perlahan kembali kubuka folder inbox di dalamnya. Perhatianku tertuju pada 3 pesan singkat yang kuterima tadi malam. Isinya tidak begitu singkat jika tidak ingin disebut cukup banyak.

Kubaca kembali satu persatu pesan singkat itu. Ya, kuanggap itu semua adalah jawaban dari empat tahun penantian. Ketika membacanya ada rasa bahagia bercampur dengan penyesalan. Bahagia karena akhirnya aku mendapatkan sebuah jawaban dari sebuah ketidakpastian dan penyesalan karena ternyata jawaban itu datang terlambat meski akhirnya kutemukan kepastian.

Aku memang sempat berpikir empat tahun telah terbuang percuma. Tapi tidak, bagiku jawaban itu sudah cukup meskipun terlambat datangnya. Kuterima empat tahun itu sebagai pelajaran hidup untuk menjadi dewasa dalam arti sebenar-benarnya, bukan dilihat dari segi umur. Empat tahun itu kuanggap sebagai waktu yang dibuthkan untuk proses pematangan jiwa yang didalamnya aku dicekoki dengan berbagai macam pengetahuan kehidupan yang tak kuterima di bangku kuliah. Entahlah...

Kusandarkan kepalaku pada bangku bis itu kemudian kucoba pejamkan mata. Dari tadi malam mata ini sulit terpejam. Ah, aku masih belum bisa menidurkan jiwaku barang beberapa menit saja. Akhirnya kulayangkan pandangan ke luar jendela. Jalanan tampak berkilat oleh basahnya air. ”aku selalu suka sehabis hujan di bulan Desember...” lagu Efek rumah Kaca yang teringat dalam pikiranku meskipun radio yang diputar melantunkan nada yang lebih melankolis. Langit masih belum mau berhenti mencurahkan air ke bumi.

Kubiarkan diriku terbawa suasana melankolis ini. Dan bis pun melaju keluar dari Tol Gatot Subroto manuju Slipi... Selengkapnya...

Aku Sayang Ibu


Ketika kucium tangannya, seketika itu juga terhirup olehku aroma detergen bubuk pencuci pakaian yang kukenali. Meskipun sudah tak lentik lagi, tangannya masih cekatan untuk mengurus segala macam hal yang berkaitan dengan rumah tangga. Dari jemarinya sudah tak lagi melingkar emas atau permata tanda pernikahannya. Aku pun sudah lupa kemana perginya semua, katanya untuk biaya pendidikan kami atau sekedar untuk bertahan hidup.


Kulitnya sudah mulai legam. Bukan, bukan termakan usia, tetapi karena sengatan mentari saat menjemur pakaian. Atau saat terpaksa berbelanja ke pasar karena hari sudah siang. Langkahnya terlihat letih namun tak bisa dibilang gontai. Aku suka dengan semangatnya.


Di sekitar matanya mulai cekung, ada bayangan hitam disana. Bukan, bukan menggunakan eye shadow, tetapi karena terpaksa bangun lebih pagi dan tidur lebih larut. Hanya untuk membangunkan putra-putrinya dan menunggunya sampai di rumah dengan selamat.


Tubuhnya pun sudah mulai terlihat menipis. Bukan karena diet yang biasa dilakukan orang-orang yang kurang percaya diri, tetapi mungkin karena tak sempat beliau menikmati makanan hasil olahannya. Tak punya waktu untuk mengunyah sekedar sesaat , katanya.


Ah, andai aku tahu apa yang bisa membuatnya bahagia. Aku rasa pijitan tanganku apabila beliau merasa pegal tak mampu mengurangi rasa lelah hidupnya. Baik fisiknya maupun hatinya. Mungkin hadiah-hadiah yang kami berikan tak mampu menebus jasanya yang selama ini telah beliau berikan pada kami. Baginya, senyum kami dimasa yang akan datang yang diharapkan.


Aku hanya ingin datang padanya kemudian mengucapkan sepatah kata, mungkin bisa menyenangkan hatinya meskipun tak bisa membalas jasanya…


“Aku sayang ibu”…

Selengkapnya...

Hari Pahlawan

Hari ini hari Pahlawan. Di kantor saya diperingati dengan upacara bendera yang berlangsung kurang lebih selama 30menit. Saya berpikir apakah cukup ya kita berterima kasih kepada pehlawan hanya dengan melakukan upacara bendera??

Bagi saya upacara bendera tak akan cukup menjadi tanda terima kasih bagi para pahlawan. Yang harus dilakukan adalah mengisi dan membangun bangsa ini dengan sebaik-baiknya. Karena itulah tujuan perjuangan dari para pahlawan. Sebuah perjuangan untuk bangsa tanpa pamrih... Selengkapnya...

PRP: Dimana Negara harus berpihak di masa krisis kapitalisme?

Selengkapnya...

my graf




coba2 berbagai macam trik di corelDRAW X3,,jadinya seperti ini... Selengkapnya...

akhirnya lulus...

alhamdulillah...
akhirnya, setelah manjalani masa perkuliahan, saya bisa merasakan apa yang dinamakan Wisuda. Meski gak begitu berkesan, kenapa ya?. mungkin karena cuma D3 atau kenapa gitu... tapi gak papa lah yang penting tetep bersyukur bisa lulus dari jebakan DROP OUT.
harapan setelah diwisuda apa ya???mungkin bisa diwisuda lagi. Yeah,,, harus gitu. semangat buat menimba ilmu ke jenjang yang lebih tinggi.
Kesan Wisuda kali ini???mungkin wisuda pertama dalam hidup saya. Selengkapnya...

Old magazine, fashion, music, design

Sekarang2 ini rasanya saya jadi tertarik dengan majalah-majalah lama. Gak tau kenapa ya? Kao beli majalah atau baca2 majalah seneng aja dengan berita2 yang out of date. Tapi bukan tentang berita ekonomi atau politik, kalo berita lama tentang itu manfaatnya udah sedikit. Berita yang dimaksud disini yang berkaitan dengan fashion, music, and design. Selaen emang murah (diskon sampe 80% bo…) ternyata referensinya banyak manfaatnya loh.

Untuk fashion, saya seneng aja flash back dimana masa distro2 balum menjamur kaya sekarang. Baca artikel tantang om Dandy dengan 347 clothingnya saat baru mulai merintis, Ouval Research yang baru punya 1 toko n belom jadi apparel resmi para presenter, dan anak-anak muda kreatif lainnya yang punya semangat do-it-your-self-nya untuk membuat usaha independent sendiri bener-bener manarik buat disimak. Jadi kaya ada semangat n inspirasi baru gitu, soalnya di jaman itu saya sendiri masih belom ngerti apa-apa, taunya cuma ikut-ikutan aja.

Untuk musik, liat band2 indie yang belom terkenal seperti sekarang seperti kambali mambuka lembaran2 sejarah n kanangan. Band2 kaya C’mon Lennon n Rumahsakit yang sekarang udah almarhum bisa kita liat kembali profilnya, emo yang belum menjamur, band indiepop yang baru bermunculan, Mocca, White Shoes and The Couples Company, Shaggy Dog, Goodnight Electric, The Upstairs dan band indie lain yang belum setenar sekarang, new wave yang baru muncul dan belum digilai anak2 ABG sekarang. Melihat itu semua seperti dapet cerita pengantar sejarah dari scene musik yang emang ga begitu diketahui oleh publik pada umumnya dan lumayan bia dapet referensi lain dalam bermusik (jadi gak Cuma dengerin lagu2 pop yang hampir sama yang ada di TV n radio sekarang2 ini).

Untuk design saya suka banget ngeliat dimana graffiti masih jaya-jayanya. Ketika anak-anak muda rame2 bikin mural dimana-mana, desain dengan tracing, gaya-gaya urban, sebelum model floral mendominasi.

Selengkapnya...

Film Laskar Pelangi

Akhirnya, setelah sekian lama, saya bisa mendapatkan kesempatan untuk menonton film yang sudah ditunggu2 peluncurannya, yup..Laskar Pelangi. Bisa dibilang saya menonton film tersebut agak terlambat sebab premiere-nya sudah sejak tanggal 26 September lalu (klo gak salah inget), lagian dengan berat hati akhirnya saya sukses nonton film itu sendirian (T.T), semua teman yang saya tanya rata2 sudah pada nonton duluan…

Untuk menonton film itu ternyata cukup berat. Selain tiketnya yang mengantri, masa’ jam 1 siang tiket untuk 4 kali tayang udah sold out, ludes…wah jadi bingung, udah jauh-jauh dateng nyampe Bintaro Plaza. Ternyata ada untungnya juga nonton sendiri, masih ada sisa bangku buat film yang tayang malem,,fuihh.

Back to topic, film garapan Mira Lesmana yang diangkat dari novel karya Andrea Hirata dengan judul yang sama ternyata tidak jauh berbeda dengan novelnya. It makes me cry…betul itu, novel atau filmnya telah sukses membuat saya nangis terharu (selain film The Kite Runner yang juga bikin saya bercucuran air mata…).

Sukses lainnya dari film ini antara lain:

~ Mampu membuat setting Pulau Belitong era 1970an.

~ Bisa mandapatkan anak2 berbakat asli Belitong yang bener2 pas dengan karakter tokoh (apalagi tokoh Mahar yg bener2 bisa nyanyi)

~ Original Soundtrack by Nidji yang bener2 ngena’ dengan filmnya.

Walopun begitu, ending film rasanya masih gantung. Gak dijelasin tuh semua anggota Laskar Pelangi gedenya pada jadi apaan. Tapi gak masalah sih, yang pasti saya puas dengan film ini. Four thumbs up for this film (minjem jempol kaki juga), film ini jadi film yang layak tonton apalagi buat anak-anak. Setelah menonton, dijamin semangat belajar dan haus akan ilmu pasti akan menggebu-gebu. Saya juga jadi punya cita-cita, ke depannya di negara ini kejadian kaya si Lintang gak boleh ada lagi…

Hidup Pendidikan !…

Selengkapnya...

minal aidin wal faidzin

Selengkapnya...

DUKA CITA ATAS KEMISKINAN

Saya turut berduka cita atas kejadian di Pasuruan tanggal 15 September kemarin. 21 orang sampai meninggal hanya karena ingin mendapatkan uang bernominal Rp 30.000,-.

Sekali lagi, ini membuktikan, orang miskin di negara ini semakin banyak, terlepas dari standar kemiskinan menurut siapa pun (PBB atau Pemerintah). Rasio kemiskinan yang terukur merupakan hitung-hitungan di atas kertas. Tapi kejadian tersebut merupakan bukti nyata.

Sekarang, bukan saatnya untuk saling menyalahkan. Yang lebih tepat dilakukan adalah instrospeksi terhadap diri masing-masing. Berkaca terhadap peristiwa tersebut, kita seharusnya bersyukur masih bisa memiliki kesempatan yang lebih baik dari mereka. Saat ini yang bisa dilakukan mungkin hanya berdoa semoga amal ibadah mereka yang meninggal diterima di sisi-Nya dan keluarga yang ditinggal tetap tabah. Semoga suatu saat kita bisa juga memberikan kesempatan bagi orang lain untuk bisa hidup lebih baik sehingga kemiskinan di negara ini bisa berkurang.

Selengkapnya...

PERKULIAHAN TAHAP AKHIR

Gak terasa, masa kuliah sudah terlewati selama 3 tahun. Itu artinya jenjang DIII ini harus segera berakhir (T.T)...

Pekan terakhir Agustus 2008 itu masa-masa terakhir hampir semua mata kuliah. Semua dosen rata-rata mengomentari dan memberi wejangan yang intinya hampir sama: ”NANTI, MEMASUKI DUNIA KERJA JANGAN SAMPAI TERBAWA ARUS, JANGAN SAMPAI KALIAN KORUPSI”. Intinya kurang lebih seperti itu. Yah, emang sih, sebagai kampus kedinasan dari Departemen Keuangan, kampus ini dikenal telah mencetak para punggawa penjaga keuangan negara. In fact, kabarnya para punggawa itu rata-rata malah diduga menjadi pengeruk uang negara. Kalo gitu apa dong fungsi kampus itu sendiri?

Nah, setelah reformasi birokrasi dilakukan di hampir seluruh tingkatan dalam instansi. Kampus tempat saya berkuliah itu sendiri akan diharapkan menjadi ”center of moral education”, sebagai jenjang awal dari penyaringan pegawai DepKeu. Selanjutnya dari ikatan alumni kampus itu sendiri diharapkan membentuk sebuah jaringan pengawas independen karena kenyataannya, alumni kampus ini gak hanya ada di Depkeu aja, tapi udah menyebar ke segala bidang. (begitu katanya pak Direktur...)

Alah, jadi ngalor ngidul begini...

Ternyata 3 tahun itu cepet ya,,, ga terasa, kayaknya baru kemaren ikut seleksi masuk di Senayan, sekarang udah jadi pengawasnya. Kayaknya baru kemaren nenteng-nenteng bawa map yang iinya ijazah yang dilegalisir, surat Keterangan Berperilaku Baik ,sama hasil ronsen paru-paru buat daftar ulang, sekarang udah ngukur-ngukur baju toga buat diwisuda (walopun belum bener-bener lulus...). kayaknya baru kemaren juga bingung nyari kos buat ditempatin, sekarang tetep bingung juga nyari kos, tapi bukan buat ditempatin, buat ditumpangin (karena udah diusir dari kos lama...hiks..).

Tapi, biar bagaimana pun, ini bukanlah akhir, tetapi merupakan awal. Lulus dari jenjang DIII bukan berarti harus berhenti belajar. Manusia dalam hidupnya harus selalu belajar. Mudah-mudahan bia meneruskan ke jenjang yang lebih tinggi lagi (amin...). yang penting harus punya : MIMPI dan SEMANGAT!

Jadi inget kata-katanya Arai, si Simpai Keramat, kepada Ikal di buku Sang Pemimpi: ”Tanpa semangat dan mimpi, orang seperti kita akan mati...”

Selengkapnya...

KEMBALI LAGI

Apa kabar dunia?... akhirnya, setelah sekian lama tak melanjutkan aktivitas menulis, saya bisa mendapatkan kesempatan lagi untuk sekedar bisa cuap-cuap. Aktivitas perkuliahan yang padat memaksa harus menunda segala kegiatan yang gak ada kaitannya sama kegiatan akademik…

Setelah memperhatikan kembali dengan seksama (duileeee…) kaya’nya blog ini isinya udah acak-acakan banget…mulai dari posting jurnal harian, artikel opini, resensi buku, musik, desain, ampe katalog jualan ada disini. Udah kaya’ all in one aja…

Jadi bingung juga neh, padahal rencana awal dibuatnya blog ini cuma sekedar iseng buat menyalurkan hobi tanpa bakat saya, yaitu: nulis (lebih tepatnya: ngetik). Dari pada ngomong gak jelas kesana kemari, mending yang mau diomongin ditulis. Kata orang jurnalis tuh “ungkapkan dengan tulisan” (bener gak ya?...)

Btw, whatever happen, life must go on, menjelang umurnya yang hampir satu tahun (kalo gak salah, sejak posting pertamanya..) blog ini udah harus ada peningkatan. Saran, kritik, dan komentar dari anda sangat dibutuhkan karena penilaian yang objektif tuh harus berasal dari pihak eksternal (walah...). Setidaknya harapan saya blog ini dapat memberikan manfaat bagi dunia (ketinggian gak ya?) atau paling tidak untuk saya pribadi. Sukur-sukur ada yang mau mengajari saya atau ngasih tentir gimana cara membuat dan merawat blog dengan baik : )....

Selengkapnya...

NEW SOMASI EDITIONS...


PILIH YANG ANDA MAU...
PESAN SEKARANG JUGA...
JANGAN SAMPAI KETINGGALAN Selengkapnya...

STOP KAPITALISASI PENDIDIKAN !!!

Tahun ajaran baru telah dimulai, kegiatan belajar mengajar pun mulai berjalan seperti biasanya dan seperti biasa juga di setiap sekolah baik negeri maupun swasta melakukan penerimaan siswa baru mulai dari tingkat TK sampai SMA. Seperti tahun-tahun sebelumnya, bahkan semakin lama semakin parah dalam ajang penerimaan tersebut mengalir jumlah rupiah yang tidak sedikit. Untuk bisa masuk sekolah negeri saja sekarang setiap anak harus menyetorkan uang bahkan sampai puluhan juta rupiah, lantas dimana peran sebuah sekolah negeri yang fungsi awal didirikannya sebagai sarana pendidikan guna mengentaskan program wajib belajar 9 tahun?

Dahulu, untuk bisa bersekolah di sebuah “SEKOLAH NEGERI” yang dibutuhkan adalah kemampuan OTAK. Seorang calon siswa untuk bisa bersekolah dilihat dari kemampuan berpikirnya, bukan melulu kemampuan finansial orang tuanya.

Namun sekarang, semakin banyak sekolah yang mencap dirinya sebagai “SEKOLAH NEGERI PILIHAN” , “SEKOLAH UNGGULAN”, “BERTARAF NASIONAL”, “BERTARAF INTERNASIONAL”, atau segala macam embel-embel lainnya lebih mengedepankan kemampuan materi orang tua calon siswa. Untuk bisa bersekolah disana yang dibutuhkan adalah seberapa besar orang tua si calon siswa berani menaruh dananya bukan seberapa besar kemampuan otak si calon siswa. Akibatnya calon siswa yang TANPA OTAK TAPI KAYA DANA bisa dengan mulus langsung masuk ke sekolah manapun yang diinginkannya. Sebaliknya, calon siswa yang KURANG BERUNTUNG dengan hanya mengandalkan kemampuan otaknya tapi tidak memiliki dana yang cukup sering gigit jari dan masih harus berjuang kesana kemari mencari sekolah yang mau menerimanya.

Yang lebih parahnya lagi, ketika ada calon siswa yang tidak memiliki keduanya, OTAK dan DANA, hanya berbekal SPIRIT untuk sekolah akhirnya malah tidak dapat bersekolah. Lalu dimana fungsi pemerintah sebagai pihak yang mewajibkan rakyatnya untuk bisa bersekolah jika hal seperti ini terus berlangsung setiap tahunnya?

WAJIB BELAJAR 9 TAHUN bukan sekedar imbauan, sudah sepantasnyalah pemerintah meninjau kembali keadaan birokrasi di sekolah-sekolah tersebut. Birokrasi sekolah yang BERMENTAL KAPITALIS tak layak untuk di sebut sekolah negeri bahkan unggulan. Sekolah negeri seharusnya digunakan sebagai sarana untuk mendidik bukan untuk mencari keuntungan.

SEKOLAH adalah HAK semua orang, BUKAN hanya untuk ANAK PARA PEMILIK MODAL !!!

Selengkapnya...

go MUAM !!!

percobaan tracing vector dengan menggabungkan beberapa objek...
tapi saya masih bingung dengan pewarnaannya...
ga ngerti and ga bisa nge"match"nya.... Selengkapnya...

Kebenaran???

Sebenarnya apa itu kebenaran? Apakah kebenaran itu hanya merupakan hasil dari sebuah proses dialektika? Berawal dari adanya tesis yang kemudian dilawan dengan antitesis untuk menghasilkan sebuah sintesis yang selanjutnya menjadi tesis baru? Dari tesis baru itu muncul pula antitesis baru dan begitu seterusnya proses itu berlangsung secara berulang-ulang? Apakah itu berarti kebenaran itu bersifat dinamis dan selalu mengikuti perkembangannya? Kalau begitu, dimana letak kebenaran yang sesungguhnya? Sebuah kebenaran hakiki yang jika itu dijadikan sebuah tesis tak mungkin ada antitesisnya? Apakah kebenaran seperti itu hanya ada di tangan Sang Pencipta Kebenaran itu sendiri? Lalu, siapa sesungguhnya Sang Pencipta Kebenaran itu? Apakah manusia sanggup untuk mencipta sebuah kebenaran mutlak? Jika tidak, mengapa masih berani menyatakan dirinya itu paling benar dan yang lain itu salah?

Selengkapnya...

Mahasiswa, dimana intelektualitasmu kini?

Kata-kata MAHASISWA yang dulu berkonotasi positif kini perlahan berubah menjadi negatif. Masyarakat yang dulu menganggap mahasiswa sebagai “agent of change” yang membawa perubahan bangsa ke arah yang lebih baik sekarang sudah mulai bergeser. Kini mahasiswa identik dengan pembawa terror, biang kerusuhan, pengusung kekerasan atau apalah lainnya yang intinya citra dari status dan kedudukan mahasiswa di mata masyarakat sudah sebegitu buruk. Mengapa bisa sampai demikian?.

Pergerakan mahasiswa yang mengatasnamakan rakyat semakin lama semakin berubah fungsi. Sebelumnya tujuan pergerakan ini adalah membawa aspirasi rakyat untuk bisa dijadikan pertimbangan pemerintah dalam memutuskan suatu kebijakan. Sebenarnya disini pencitraan sebagai mahasiswa masih baik karena mahasiswa dianggap sebagai “corong” dari suara rakyat. Tetapi, entah karena volume corong itu terlalu besar atau karena bentuknya yang berubah, fungsi dari pergerakan itu juga berubah. Pergerakan tersebut tak lagi murni menyampaikan aspirasi rakyat tapi lebih bermuatan politik. Latar belakang yang mendasari adanya sebuah pergerakan pun menjadi bermacam-macam. Sekedar cari sensasi, numpang tenar, atau bahkan bisa menjadi kendaraan yang efektif untuk berkampanye.

Hal ini lebih diperparah lagi dengan adanya “chaos” dari hampir setiap gerakan yang dilakukan mahasiswa. Penyampaian aspirasi yang dilakukan sering berujung pada pengrusakan fasilitas umum. Padahal di tengah krisis yang semakin mendera, rakyat sangat membutuhkan apa yang dinamakan fasilitas umum tersebut. Kalau semua sudah hancur, siapa yang bertanggung jawab?. Imbas yang paling besar memang dirasakan oleh rakyat sebagai pengguna. Lalu, apakah ini yang dinamakan pembelaan terhadap hak rakyat?.

Selanjutnya berita kekerasan dari sekolah kedinasan (yang berbau militer tentunya) tak henti-hentinya bermunculan. Di tengah mahalnya pendidikan dan susahnya mencari lapangan pekerjaan, sekolah kedinasan merupakan alternative pilihan jawaban. Namun, sistem senioritas di dalamnya seakan berubah menjadi mimpi buruk. Sekolah tinggi yang seharusnya menjadi pencetak tenaga handal dalam lembaga-lembaga pemerintahan seperti berubah menjadi camp penyiksaan. Perputaran generasi dalam sekolah-sekolah tinggi itu tak mampu menghapus sistem senioritas yang “over”. Apakah ini merupakan jalan untuk mendapatkan sebuah respect atau penghormatan dari adik kelas?. Kalau memang seperti itu, apa bedanya lembaga pendidikan dengan geng-geng preman?. Lalu, apakah seperti itu calon aparatur Negara yang diharapkan masyarakat?.

Kemudian, kabar kekerasan dari satu kampus dan kampus lainnya juga santer terdengar. Entah itu keributan antara satu kampus dengan kampus lainnya atau bahkan satu fakultas dengan fakutas lainnya dalam satu kampus hanya karena urusan sepele. Lalu, dimana landasan berpikir mahasiswa yang merupakan harapan bangsa?. Apakah fungsi lembaga pendidikan sudah bergeser menjadi pencetak preman dimasa depan?.

Jika kekerasan-kekerasan seperti itu masih terjadi, masih pantaskah kita menyandang gelar “MAHASISWA”?. Masihkah kita punya malu untuk menyebut kita sebagai pahlawan?. Dimana kesan intelektualitas dari mahasiswa itu sendiri?. Sebegitu dalamnyakah setan merasuk sehingga dari mahasiswa yang seharusnya lahir pemikiran-pemikiran baru dan segar malah muncul kehancuran?. Lalu, kapan bangsa ini bisa bangkit dari keterpurukan kalau tak ada generasi yang bisa diharapkan?. Masih banyak pertanyaan lainnya dan yang sanggup menjawabnya ya mahasiswa itu sendri. Semoga mahasiswa bisa bisa merubah bangsa ini menjadi sebuah bangsa yang lebih arif dan bijaksana…

Selengkapnya...

making grafitty with vector

dalam membuat grafitty, media yang digunain gak harus selalu tembok. Berbagai media banyak digunakan oleh para bomber, antara lain mulai dari sepatu, kertas, kain, kaos, banyak lah...
tapi, saya memilih "ngebom" dengan media vector. selain lebih ramah lingkungan (karena gak menggunakan zat CFC yang ada di spray-paint), negbom via vector bisa diubah-ubah semau kita. tapi kelemahannya ya,,, gak bisa terlihat di tempat umum. kalo mau menggunakan media sticker dengan cara di cetak terlebih dahulu... Selengkapnya...

celebrating 100 years of national awakening with products


Selengkapnya...

Buku Tamu


Selamat datang kawan-kawan di blog yang sederhana ini. Semoga hidangan yang saya suguhkan bisa berkenan di hati dan bisa mengajak kawan-kawan mampir kembali menikmati suguhan-suguhan sederhana lainnya di sini. Oleh karena itu, sudi pulalah kawan-kawan untuk mengisi buku tamu ini, sekadar memberikan kritik atau saran, atau mungkin hanya meninggalkan jejak. Selamat menikmati...
Selengkapnya...

my characters was died

kadang, nonton sinetron itu bisa ngebunuh karakter diri kita yang sebenernya. Jadi, waspadalah! Selengkapnya...

somasi's new logo

Buat temen2 SOMASI. ini saya buatkan desain logo yang baru. Bukan logo resmi sih,,, tapi konsepnya lebih modern n fresh. Buat kaos atau jaket juga bisa. ada yang setuju? Selengkapnya...

alone

gak selamanya menyendiri itu buruk. Kadang dengan meneyendiri kita bisa merenungi makna hidup dan arti hidup sesungguhnya. mensyukuri apa yang kita miliki. jauh dari hingar bingar.
tapi kesendirian juga bisa membunuh diri kita sendiri. Selengkapnya...

Salju gurun

Di hamparan gurun yang seragam, jangan lagi menjadi butiran pasir. Sekalipun nyaman engkau di tengah impitan sesamamu, tak akan ada yang tahu jika kau melayang hilang.

Di lingkungan gurun yang serba serupa, untuk apa lagi menjadi kaktus. Sekaipun hijau warnamu, engkau tersebar dimana-mana. Tak ada yang menangis rindu jika kau mati layu.

Di lansekap gurun yang mahaluas, lebih baik tidak menjadi oase. Sekaliun rasanya kau sendiri, burung yang tinggi akan melihat kembaranmu disana-sini.

Di tengah gurun yang tertebak, jadilah salju abadi. Embun pagi tak akan kalahkan dinginmu, angina maam akan menggigil ketika melewatimu, oase akan jengah dan kaktus terperangah. Semua butir pasir akan tahu jika kau pergi, atau ekedar bergerak dua inci.

Dan setiap senti gurun akan terinspirasi karena kau berani beku dalam neraka, kau berani putih meski sendiri, karena kau… berbeda.

1998, Dewi Lestari (Dee)

Terdapat dalam Folosofi kopi

Prosa di atas menjadi sebuah inspirasi bagi saya untuk berani berbeda. Beda dalam artian mampu mengambil jalan lain dari apa yang biasa orang lain lakukan. Berani untuk melangkah lebih jauh dari kenyamanan, bukan berarti menyingkir, tapi mencari tempat yang lebih baik. karena apa? sebagai manusia kita tak boleh berhenti berproses, kita adalah makhluk dinamis. Mempunyai otak untuk membedakan apa yang sebaiknya dilakukan dan apa yang tidak. Selengkapnya...

Pendidikan nasinonal dalam kebangkitan nasional

Di bulan Mei ini selain kita memperingati apa yang dinamakan hari kebangkitan Nasional, kita juga memperingati Hari pendidikan Nasional. Setelah 100 tahun kebangkitan nasioanal gimana ya nasib pendidikan nasional? Udah ikut bangkit belum ya?

Kalo menurut saya, dari sisi kuantitas, pendidikan nasional tuh dah bangkit. Buktinya, sekarang banyak tuh instansi-instansi yang mengatasnamakan lembaga pendidikan. Tapi, dari sisi kualitas, pendidikan nasional masih jauh dari harapan. Kok bisa begitu ya?

Emang sih, sekarang banyak banget tuh lembaga pendidikan, tapi apa iya mereka itu bener-bener menerapkan pendidikan untuk bengsa secara umum. Yang namanya pendidikan tuh harusnya ada yang namanya transfer ilmu. Ilmu yang ditransfer juga ga cuma eksak atau pengetahuan umum. Tapi juga etika dan moral. Yang terjadi sekarang justru transfer etika dan moral inilah yang udah dilupain. Jadinya hasil dari pendidikan itu cuma pinter di bidang yang dipelajarin, untuk urusan moral dan etika, jangan ditanya, hasilnya nol. Buktinya, sekarang banyak kok orang-orang yang pinter manfaatin kepinterannya buat korupsi. Jadi pinter tapi keblinger.

Trus, yang namanya pendidikan nasional tuh harusnya untuk semua warga Negara tanpa terkecuali. Tapi, yang ada sekarang, pendidikan tuh seakan-akan Cuma milik para kapitais, pemilik modal. Buat bisa ngerasain pendidikan itu mahalnya bukan maen. Jadinya, bagi sebagian masyarakat kita, pendidkan buka dipandang sebagai kebutuhan primer, tapi Cuma sebatas kebutuhan tersier. Yah kalo bisa ngerasain sukur, nggak bisa ya nggak apa-apa.

Buat yang udah ngerasain pendidikan juga belum tentu beruntung. Kadang, kita harus ngadepin kesenjangan sosial yang makin keliatan di dalamnya. Iya, jadi otak tuh seakan-akan gak penting. Yang dipentingin asal lo punya duit, lo bakalan dapet apa yang lo mau. Sedangkan orang yang punya otak tapi ngga punya duit, yah Cuma bisa negdapetin apa yang bisa didapet.

Wah, kalo dijelasin panjang lebar bobroknya dunia pendidikan mah gak bakalan abis-abis. Lagian juga, kalo cuma wacana gak bakalan nyelesaiin masalah. Yang ada, buat yang udah ngerasain pendidikan n udah tau gimana pentingnya pendidikan untuk semua orang, harus bener-bener memanfaatkan kesempatan itu. Tingkatkan kemampuan intelektuaitas supaya bisa diaplikasiin. Setelah itu, kasih kontribusi nyata buat bangsa ini ke depan. Inget, pindidikan gak Cuma milik kapitalis tapi hak semua warga Negara. Setiap orang juga punya hak mengembangkan kemampuan intelektualitasnya, tanpa dibatasi. Dan setiap orang berhak punya mimpi dan untuk nentuin masa depannya.

Selengkapnya...

PERAN PEMUDA DALAM KEBANGKITAN BANGSA

“Berikan aku 10 pemuda, maka akan kuguncang dunia. Akan kupindah Gunung Mahameru”

Bung Karno pernah ngomong kayak gitu dalam pidatonya, tuh nunjukkin kalo peran pemuda itu seharusnya besar banget dalam menorehkan sejarah sebuah bangsa. Tanggal 20 Mei 1908, 9 orang mahasiswa STOVIA (sekolah kedokteran jaman Belanda) yang dipelopori oleh Sutomo membentuk sebuah organisasi yang dinamakan Boedi Oetomo. Berdirinya organisasi ini ngebangkitin semangat nasional untuk lepas dari kolonialisme pada masa itu. Makannya, momentum ini trus djadiin hari Kebangkitan Nasional.

100 tahun kemudian, sekarang kita udah punya banyak organisasi kepemudaan. Perkumpulan dan komunitas yang dibentuk oleh pamuda-pemuda banyak yang muncul kayak jamur di musim hujan. Tapi, kayak gak ada kordinasi antar perkumpulan itu. Dalam melakukan pergerakan gak ada isu-isu nasional yang diusung. Kebanyakan hanya berkaitan dengan kepentingan masing-masing kelompok, malah sering juga timbul konflik antar kelompok tersebut. Kesan intelektualitas dari pemuda juga dah mulai terkikis. Yang ada malah sering di cap anarkis. Gimana dong?

Kita, sebagai pemuda harus bisa manfaatin momentum ini. Udah saatnya bangkit n bergerak. Masa, semangat kita kalah sama pemuda-pemuda 100 tahun lalu. Inget, sekarang kita juga masih dalam sebuah penjajahan, Neo Imperialisme, sebuah penjajahan model baru. Emang iya?

Iya, jadi sadar atao ngga, sekarang kita masih berada di dalem kekangan penjajahan. Ga jauh beda sama jaman dulu. Yang beda tuh Cuma caranya. Kalo dulu tuh kita dijajah caranya disiksa, suruh kerja paksa, ga bisa ngrasain pendidikan, n laen-laen yang pokoknya ga ngenakin. Kalo sekarang kebalikannya. Kita dijajah dengan sesuatu yang enak-enak. Kita kayak docekokin (dimasukkin secara paksa; Red) budaya-budaya yang bikin kita terlena. Gaya hidup yang pragmatis n hedonis pun sekarang jadi melekat di image pemuda jaman sekarang. Yang diurusin tuh Cuma masalah-masalah sepele, yah kayak cinta-cintaan gitu. Masih mau di cap kayak begitu?

Sebagai pemuda, kita harus sadar kalo kita tuh harapan generasi berikutnya. Siapa lagi yang mimpin bangsa ini ke depan? Kalo kita trus-trusan ga merubah kebiasaan kita bakalan kehilangan sebuah generasi. Inget, orang-orang tua yang sekarang memimpin gak bakalan trus-trusan mimpin. Kita yang bakal ngeganti. Momentum 100 tahun kebangkitan nasional ini harus kita jadiin titik awal kita buat berubah. Seenggak-enggaknya kita harus mulai mikirin mau dibawa kemana bangsa ini nantinya. Harapan bangsa ini ada di pundak kita. Jangan disia-siain kepercayaannya. Tunjukkin kalo kita bisa. AYO BANGKIT PEMUDA!!! TUNJUKKIN KALO KITA BISA MENGGUNCANG DUNIA!!!

Selengkapnya...

Siapkah anda menjadi rakyat miskin?

Melonjaknya harga minyak dunia sampai memecahkan rekor harga tertinggi sepanjang masa mau gak mau membuat pemerintah kalang kabut. Harga minyak dunia yang mencapai US$ 120/barel ternyata ngaruh ke perubahan APBN untuk subsidi BBM di Negara kita sampe Rp 200 Trilyun. Pemerintah pun pusing nyari keputusan yang paling memihak ke rakyat, akhirnya yang dipilih itu ya menaikkan harga BBM sekitar 30% untuk mengurangi pembengkakkan subsidi tersebut. Alesan lainnya, pembengkakkan subsidi sampe segitu gedenya hampir 80%nya dinikmatin sama orang-orang menengah ke atas, trus buat orang-orang menengah kebawah mana?

Nah, hasil dari pengurangan subsidi ntu mau digunain pemerintah buat nambah BLT jadi BLT plus-plus (kayak film aja ya…) buat orang-orang menegah ke bawah. Pemerintah nganggep kalo dengan bantuan kayak gitu bisa ningkatin kesejahteraan rakyat miskin. Jatah subsidi jadi ga usah diboros-borosin cuma buat BBM. Tapi ada yang pemerintah lupa, gimana nasib dari orang-orang yang bener-bener ada di tengah? Yang ga miskin tapi dibilang kaya juga ngga. Kan kalo BBM naik semua harga juga naik?

Ntu dia masalahnya, orang-orang yang bener-bener di tengah, yang juga merupakan bagian terbesar dari seluruh penduduk ini bakalan kena dampaknya juga. Dengan penghasilan yang ga berubah, orang-orang ini, mungkin termasuk anda bakalan menghadapi naiknya harga-harga ngikutin naiknya harga BBM. Ya ototmatis daya beli juga jadi menurun. Trus orang-orang kaya gini harus gimana? demo? protes?

Ya solusinya kayaknya tinggal berhemat aja deh, belajar jadi orang miskin gitu deh. Mau protes kayak apa juga, mau demo sampe jungkir balik juga kalo harga minyak dunia udah naek ya ngga bisa diapa-apain lagi. Harga ntu kan merupakan hasil dari proses demand and supply. Jadi, positive thinking aja kalo pemerintah tuh dah usaha sekuat tenaga buat ngantisipasi itu. Buat orang-orang golongan menengah,kayak kita, tinggal bersiap aja buat turun golongan jadi menengah ke bawah. Kalo yang sedikit kreatif, sukur-sukur bisa nyari tambahan buat nutupin defisit penghasilan. Loh kok gitu? Trus apa gak gengsi tuh turun pangkat kayak gtu?

Yee, jaman sekarang mah kagak ada yang namanya gengsi-gengsian. Kalo masih ada mah bakalan susah hidupnya. Seenggak-enggaknya tinggalin gaya hidup konsumtif. Yang dulu suka belanja n borong apa yang ada kalo bisa tinggalin, belanja seperlunya aja. Kalo yang biasanya sering hang out kesana kemari, ya kurangin lah jatahnya. Pokoknya belajar lah hidup susah biar kalo nanti susah beneran udah gak kaget lagi J. Jadi gimana? Dah siap belom buat berubah status jadi orang miskin atau bahasa alusnya menegah ke bawah?

Selengkapnya...

Beri aku umpan dan kail

Tolong berikan aku umpan agar aku bisa memancing. Jangan kau beri ikan yang hanya cukup kumakan sekali lalu besok tak lagi bisa mencari.

Tolong berikan aku kail agar aku bisa terus memancing. Besok, besok dan besoknya lagi. Mendapatkan ikan bukan hanya sekali. Tetapi bisa ratusan bahkan ribuan kali.

Tolong berikan aku umpan dan kail karena aku bukan pemalas. Yang hanya menunggu pemberian setiap hari. Yang hanya menunggu uluran tangan agar bisa makan. Aku hanya ingin mencari agar bisa kunikmati jerih payahku sendiri.

(sebuah kritikan untuk program BLT)

Selengkapnya...

Mimpi-mimpi yang mati

Dahulu aku pernah mempunyai mimpi. Berwarna hijau meneduhkan mata. Dengan suara tetesan air mengalir tanpa henti menciptakan tetesan mimpi-mimpi kehidupan lainnya. Tiba-tiba suara gemuruh jejak kaki datang terdengar. Deru gergaji mesin memporakporandakan mimpi itu. Desir lantunan kehidupan sayup-sayup berlalu sampai akhirnya menghilang. Air tidak lagi terdengar menetes, namun menderu bagai mesin pelumat massa. Tiba-tiba saja mimpiku terkubur hidup-hidup tanpa bisa melawan dan akhirnya mati menghilang.

Kemudian aku merawat mimpi yang baru, bukan mimpi hijau seperti dahulu. Tapi mimpi itu juga mati muda. Terkurung dalam jeruji besi pengap. Dengan selongsong peluru berkarat bersarang di jantungnya. Terkoyak dengan ribuan hujaman belati. Dan akhirnya hilang tanpa jejak bagai tertelan bumi.

Kemarin aku telah memiliki mimpi lagi. Kali ini ku kira mimpi itu akan hidup lebih lama tak seperti mimpi-mimpi sebelumya. Tapi ternyata di pagi hari kutemukan mimpi itu menggantung di gantungan daging tempat penjagalan hewan yang kosong karena memang tak ada potongan daging yang tergantung. Lehernya tercekik dengan lonjakkan harga dengan tubuh yang mengering seakan tak terjangkau oleh pangan.

Semalam lagi-lagi aku punya mimpi. Mimpi itu mengenakan toga dengan transkrip nilai menunjukkan angka cumlaude terpegang di tangan. Tetapi, lagi-lagi ia juga mati ketika buku-buku terbakar bersamaan dengan seragam yang hanyut. Tempat mimpi itu hidup sebelumnya juga telah roboh, bobrok dimakan usia. Meja-mejanya pun habis termakan rayap yang kelaparan.

Keesokan harinya, aku merasa tak ingin memiliki mimpi. Lebih baik kugugurkan dia selagi masih menjadi janin. Sebelum dia dewasa dan tumbuh menjadi utopia. Lalu kubiarkan ia mati sebelum saatnya…

Selengkapnya...

Inspired by Toby Yeung

berawal dari browsing-browsing situs desain, saya mendapat vektorika magazine edisi 9, di dalamnya ada desain dari Toby Yeung : www.cubemen.com yang berjudul HELLO my name is!
dengan sedikit iseng saya coba improve desain2 itu dengan menambahkan custom characters buatan saya.
jadinya ternyata seperti ini...






Selengkapnya...

INDONESIA, bangsa yang menjunjung tinggi keramahtamahan?

Saya pesimis dengan judul yang saya berikan pada postingan kali ini. bukannya tanpa alasan. selama lebih dari 20 tahun saya hidup di negara ini yang selalu saya lihat adalah tindak kekerasan dan mau menang sendiri. saling menghargai hanya ada dalam teori atau hanya sebatas retorika yang tersusun rapi dalam buku-buku literatur. untuk aplikasinya? NOL. dalam keseharian, tak ada orang yang mau mengalah. yang ada hanya pemaksaan ego. liat aja contoh kecil di jalan raya, itu saja sudah mencerminkan keadaan bangsa yang amburadul.

Memang sulit untuk menyalahkan siapapun atas keadaan seperti ini. semakin maju sebuah peradaban memang bisaberarti kemunduran dari moralitas yang ada sebelum majunya peradaban itu, jadi seperti harus ada yang tersingkir. masuknya arus informasi yang sedemikian pesat ditambah invasi budaya asing mau tak mau bisa mengeliminasi budaya ketimuran bangsa kita yang terkenal "RAMAH-TAMAH"itu.

untuk mempertahankannya? saya kira harus dimulai dari diri sendiri. kalau memang belum berhasil setidaknya sudah ada 1 orang yang akan berhasil... Selengkapnya...

Hari Kartini dan Wanita Indonesia

tanggal 21 April kemarin di Indonesia di kenal dengan hari Kartini. yang saya tahu, hari itu adalah hari yang diberikan untuk menghargai jasa pahlawan wanita kita yang terkenal dengan semangat persamaan hak wanita. Tapi selama ini, saya selalu mengalami hari kartini dengan melihat orang-orang berpakaian daerah mulai dari rombongan anak2 TK sampe pengemudi busway (gak tau tuh esensinya apa ya?...)

tapi ngomong-ngomong tentang hari kartini dan kesetaraan gender di Indonesia ini sepertinya belum klops. masih banyak kok perilaku yang melecehkan hak-hak wanita. entah memang warga negara disini kurang menghargai wanita atau memang tak pernah merasakan pentingnya keberadaan wanita dalam membangun suatu generasi.

kesetaraan gender memang sudah terlihat dimana-mana. gak ada lagi tuh namanya perempuan yang dipingit. di kantor-kantor juga sudah banyak karyawan perempuan. bahkan pekerjaan untuk kaum adam pun sekarang sudah banyak yang diambil alih oleh perempuan2. tapi, jangan sampai lupa, wanita tetap wanita. sekuat dan setangguh apapun mereka keberadaannya harus dilindungi bukan dilecehkan dan dieksploitasi... Selengkapnya...

somasi goes to puncak !!!

Akhirnya, setelah sekian lama, SOMASI (Solidaritas Mahasiswa Bekasi) bisa melakukan jalan-jalan juga. SOMASI itu sendiri merupakan sebuah komunitas yang di dalamnya terdiri dari mahasiswa/i Sekolah Tinggi Akuntansi Negara yang pernah lahir, bersekolah ,bertempat tinggal, dan pernah mengalami hidup di Bekasi. Kegiatan yang berlangsung dari tanggal 2 April - 4 April 2008 ini sebenarnya sudah lama direncanakan, namun akhirnya baru bisa terwujud sekarang ini (thanks buat yang udah bersusah payah nyiapin segalanya ya…). Untuk peserta, seharusnya diikuti oleh seluruh anggota yang tergabung di dalamnya, tapi berhubung banyak yang memiliki acara lain yang kelihatannya lebih penting, akhirnya yang bisa ikut hanya 20 orang (yah, yang ga bisa ikut jangan nyesel ya…).

Di rabu pagi yang cerah, tanggal 2 April 2008, kita semua sudah berkumpul di Lapangan Gedung A kampus kita tercinta untuk menunggu pemberangkatan. Segala perlengkapan tempur sudah disiapkan jauh-jauh hari (makanan pastinya ^_^…). Perjalanan baru bisa di mulai sekitar jam 9 pagi dengan menggunakan bis tiger (3/4) milik Depdagri (pinjem ya om…). Karena memang bukan hari libur, selama perjalanan kita tidak mengalami kendala yang cukup berarti. Sekitar jam 10 kita sudah sampai di pintu tol Ciawi. Pemandangan Gunung Salak sudah menyambut di sebelah Barat dan di Timur, Gunung Gede Pangrango sudah mengintip di balik bukit-bukit. Jam 10.30 barulah kita tiba di tempat tujuan, Villa Lembah Tirta, Cisarua , Bogor.

Sewaktu kita turun dari bis, kita sudah disambut dengan bentangan pohon-pohon bambu. Hawa sejuk pun mulai menyelinap ke rongga pernapasan kita. Samar-samar terdengar suara gemericik air sungai yang mengalir deras membuat kita jadi semakin penasaran. Kita pun segera jalan beriringan menuju vila melalui jalan yang cukup terjal berbatu. Di sepanjang jalan, banyak terdapat saluran-saluran air (sepertinya air alami…) yang menimbulkan riak-riak suara menjadikan suasana semakin terasa asri.

Akhirnya kita tiba di vila, sebuah tempat peristirahatan yang sederhana, tidak begitu besar dan tidak begitu kecil. Dari luar memang terlihat biasa saja, seperti bentuk rumah pada umumnya. Tapi ketika kita masuk ke dalam, kita segera disuguhi pemandangan-pemandangan yang memukau dari setiap sudut jendelanya yang “view”nya langsung menghadap ke arah sungai. Hampir dari keseluruhan tembok terbuat dari anyaman bambu membuat unsure etnik semakin kental terasa. Vila tersebut terdiri dari 3 bagian; bagian pertama berada di paling atas terdiri dari beberapa kamar dan ruang untuk berkumpul, serta terdapat balkon yang langsung menjorok ke arah sungai; pada bagian kedua juga terdapat beberapa kamar, ruang makan dan dapur; di bagian ketiga yang terdapat di paling bawah hanya terdapat sebuah aula yang cukup luas diterangi cahaya yang berasal dari jendela-jendela yang langsung menghadap ke sungai. Di dalam aula inilah terdapat pintu yang ketika dibuka, kita langsung berhadapan dengan derasnya riakan arus sungai. tapi sayang, indahnya bangunan itu tak dibarengi dengan upaya dari para pelancong yang pernah berkunjung. Banyak coretan di tembok yang justru dilakukan oleh tangan-tangan usil dari orang yang pernah beristirahat di sana.

Ketika sampai, kaki-kaki rasanya sudah gatal ingin langsung menikmati riakkan arus sungai itu. Terbukti, hampir semuanya langsung terjun ke sungai hinggap dari satu batu ke batu yang lain yang memang banyak di sana. Kita semua seakan berlomba untuk mencapai sebuah bongkahan batu paling besar yang ada di tengah sungai. tak jarang dari kita jatuh terpeleset atau terbawa derasnya arus.disitulah kebersamaan dibutuhkan, saling tolong menolong sangat berperan penting dalam mencapai tujuan. Bahkan terkadang kita harus mengorbankan diri kita untuk menyelamatkan orang lain(^_^), sampai-sampai ada yang rela kecebur gara-gara megangin temannya.

Berhubung diantara kita banyak orang-orang yang memang super-over-hyper-aktif atau biasa disebut juga gejala autis akut, jadi ga pernah ada cape’-cape’nya tuh. Setelah aktif “ngobang” (red:bermain air) di sungai, mereka segera pindah ke kolam renang yang memang merupakan fasilitas dari vila ini. Sampai matahari tepat berada di atas kepala, masih belum terihat tanda-tanda kelelahan. Akhirnya, sekitar jam 2 siang baru terasa sedikit tenang. Tetapi keributan malah berpindah ke bagian atas vila, semuanya berkumpul di sana. Sedang apa mereka??? Ternyata hampir semuanya terlibat dalam permainan kartu. Dari setiap kubu, permainan yang ditawarkan bermacam-macam. Sangat menarik, sampai ada yang amatir bisa berubah jadi professional (wah wah wah…).

Keributan tersebut masih berlangsung hingga sore menjelang, saya sendiri ga tau-menau apa yang dilakukan mereka (kaya’nya sih masih maen kartu ya?...) karena saat itu saya ikut belanja keperluan di pasar. Pulang dari pasar ternyata msing-masing masih memegang kartu di tangannya (gile,,, kaya’ kecanduan aja).

Keributan tersebut tak berlangsung lama karena ba’da ashar keributan sudah berganti dengan keriuhan di lapangan (futsal atau voli ya?...) yang masih merupakan fasilitas dari vila juga. Kita main ga’ jelas gitu, kadang voli, kadang futsal, tergantung bola mana yang ada (sebelumnya bola voli sempat menghilang setelah telak dipukul oleh seseorang, dan nyasar ke vila lain….), tetapi kita memutuskan untuk main voli sampai menjelang maghrib.

Malam harinya, setelah makan malam (tentunya…) diadakan games kecil-kecilan yang seharusnya bisa menambah keakraban. Tetapi terputus ditengah permainan akibat adanya gangguan pemadaman listrik. Menjelang tengah malam pun kita keluar manuju ke tepian sungai untuk membuat jagung bakar. Di tengah udara dingin, riakkan arus sungai yang deras, kabut asap karena pembakaran jagung, siraman cahaya ribuan bintang yang redup di langit, dan jagung bakar yang rasanya masih mentah atau gosong membuat suasana malam itu jadi terasa hangat(*_*).

Keesokan paginya, setelah sarapan keriuhan dilanjutkan di lapangan dengan diadakannya pertandingan voli. Kicauan burung menjadi supporter di sana. Dilanjutkan kembali dengan bermain air, ada yang di kolam renang ada juga yang kembali bertualang menantang arus sungai (ga’ bosen-bosen ya….). mulai dari sinilah tercetus sebuah kelompok baru dari kami, menamakan dirinya “ALANG” artinya Autis Petualang(???).

Siang harinya petualangan dilanjutkan di tempat lain, lebih tempatnya di Masjid At-Ta’awun dan lokasi paralayang, Puncak. Kita menuju ke sana dengan mencarter 2 mobil angkot. Tepat jam 1 siang kita udah berada di Masjid At-Ta’awun untuk sekedar sholat dan mengisi perut yang sudah mulai keroncongan. Ada kejadian yang cukup menarik juga di sana. Kebetulan ketika kita makan di sebuah Rumah Makan di sana bertepatan pula dengan datangnya Tim Kampanye dari salah satu kandidat calon gubernur Jabar, eh pesanan salah seorang teman kami malah di lupakan. Para pelayannya malah sibuk melayani tim sukses tersebut yang jelas-jelas baru datang (bukti dari birokrasi Negara ini yang belum mengutamakan kepentingan rakyat…’.’).

Setelah itu kita segera menuju tempat selanjutnya, lokasi Paralayang. Untuk menuju kesana kita berjalan kaki melewati hamparan kebun teh yang cukup luas. Selain itu, kita harus menaiki jalan setapak yang cukup terjal. Namun segala kelelahan yang dirasakan segera terupakan begitu kita sampai di puncak. Bentangan alam yang elok sejauh mata memandang mengobati kerinduan kita akan keindahan. Hamparan kebun teh di sebelah utara terlihat begitu indah. Tumpukan bukit-bukit yang mengelilingi kawasan ini membuat kita tak henti-hentinya mengagumi keagungan penciptanya. Dominasi warna hijau di sana-sini membuat hati terasa teduh dan nyaman, namun ada getaran halus dalam sanubari. Kita seakan-akan diingatkan betapa kecilnya diri ini dibandingkan dengan alam ciptaanNya.

Kita juga cukup beruntung karena tak lama setelah berada di sana, banyak orang yang mulai bermain paralayang. Parasut yang membentang setelah terjun dari puncak bukit membuat kita tertantang untuk mencoba. Tapi kaya’nya belum saatnya karena untuk mencobanya dibutuhkan dana yang ga cukup sedikit, tujuan utama kita di sana juga bukan untuk itu. Tak beberapa lama setelah adzan ashar terdengar kita segera menuruni bukit itu untuk kembali ke Masjid At-Ta’awun untuk menunaikan sholat ashar dan kembali ke vila.

Setelah tiba kembali di vila, (memang anak-anakALANG” ga’ pernah cape’ dan bosen…) mereka segera terjun ke sungai memuaskan rasa penasaran mereka untuk bisa menaklukannya. Ada juga yang memilih beristirahat di vila atau kembali menceburkan diri di kolam renang. Tak lama kemudian, hujan mengguyur kawasan di sekitar vila, para ‘ALANG” yang sebelumnya ada di sungai malah menyusul kita-kita yang ada di kolam renang. Akhirnya, kita nekat berenang di tengah derasnya guyuran hujan (wow…). Semakin deras hujan, semakin ramai. Kita berhenti setelah cahaya-cahaya kilat mulai bermunculan dan suara guntur mulai menggelegar.

Malam harinya kita semua berkumpul di ruang aula untuk mengadakan acara yang sesungguhnya. Dalam acara ini, dengan resmi, kita melakukan serah terima jabatan kepenguruan Somasi sebelumnya kepada pengurus yang baru. Selain itu, diadakan pula sharing antar anggota mengenai kepengurusan selanjutnya. Klimaksnya, lampu dimatikan dan diganti dengan cahaya lilin. Setiap dari kami diharuskan mengeluarkan segala isi hati dan unek-unek yang dirasakannya terhadap komunitas ini. Suasana yang temaram, ditemani dengan alunan suara riakkan sungai dan dinginnya malam membuat malam itu terasa semakin haru. Bagi kami yang telah menjalani masa kuliah selama hampir 3 tahun terasa begitu cepat melalui setiap kebersamaan. Ada rasa segan meninggalkan semuanya, segala kebersamaan yang membuat kita nyaman (Sakti, gw minjem kata-kata lo…). Ada rasa haru untuk menanggalkan kenangan yang telah terajut. Kita semua seakan sudah bukan sebatas teman, tapi telah menjadi saudara. Mungkin masih banyak untaian kata-kata yang tiba-tiba menjadi beku pada malam itu. Tapi saya yakin, dari kenangan-kenangan itu memang bayak yang tak dapat diucapkan dan diutarakan hanya sebatas pada kata, tetapi kenangan itu akan terus membekas di hati sebagai penghibur jiwa saat gundah menyerang atau saat sepi datang. Semoga segala harapan dan kata-kata yang diucapkan pada malam itu tak hanya sekedar retorika belaka….

Keesokan harinya kita harus bangun pagi-pagi, harus memanfaatkan sisa waktu yang tersisa. Ternyata memanfaatkannya dengan kembali bermain voli (lagi…T_T) atau ada juga yang berjalan-jalan di sekitar kawasan itu. Jam 8 pagi kita sudah beriap-siap untuk kembali, kali ini bukan ke kampus tapi ke rumah masing-masing di Bekasi. Jam 9 kita sudah siap berada di bis Depdagri untuk pulang. Bagi kami ini adaah 3 hari yang berkesan (mungkin ini artinya dari “3 Hari Untuk selamanya” ya…”). Pemandangan Gunung Salak dan Gunung Gede Pangrango kembali mengiringi kami seakan-akan mengucapkan selamat jalan. Selama perjalanan Lagu “Sebatas Teman” dari Sindentosca terngiang-ngiang di kepalaku…

“teman…kau selalu indah

Walau bumi…tak berputar tak bersinar

Teman… sehangat sinar mentari

Yang selalu…menghangatkan bumi ini…”

Selengkapnya...

3C Characters

All Characters designed by Muam
karakter-karakter yang ada di sini menggambarkan keadaan para penghuni kelas 3C.
1st character: Robot berkacamata, menggambarkan orang-orang yang emang berkacamata (...)
2nd character: Robot yang matanya ngantuk, menggambarkan keadaan sebagian besar mahasiswa di kelas yang kalo kuliah matanya menunjukkan tanda-tanda tinggal 5 watt.
3rd character: My Teddy Bear, menggambarkan orang-orang yang asik, easy going and enak diajak curhatan
4th character:Robot blo'on, menggambarkan orang yang nangkep pelajaran kaya'nya susah bgt!!!, di kelas sering terlihat bengong dan kadang-kadang ngupil (gw bgt...)
5th character: my Favourite animal...panda, menggambarkan orang-orang yang sudah langka dan patut dilestarikan.
tapi, walaupun berbeda-beda kita tetap mendukung gerakan Refill, Reuse and R3Cycle untuk menyelamatkan bumi, paling ngga' memperpanjang umur bumi.
HIDUP 3C!!!! Selengkapnya...

pensiun dari musik???

pensiun dari musik???wah, kayaknya ga pernah ngebayangin deh... emang sih, sekarang-sekarang ini saya vakum sementara dalam bidang musik. tapi, kayaknya dalam sehari ga denger yang namaya hingar bingar musik kayaknya ada yang kurang dalam hidup ini.

saya dan musik memang seperti sudah sehati. dari kecil dulu sudah dicekokin musik oleh orang tua. gimana enggak? dulu waktu masih balita (atau mungkin waktu belum lahir ya?) kuping saya sudah tidak asing dengan suaranya Mick Jagger, vocalisnya Rolling Stones. babeh emang pengagum beratnya nih band. satu lemari di rumah isinya kaset band ini berjejer, dari album paling lama sampe album paling baru.

waktu baru bisa ngomong, saya sudah fasih menyanyikan lagu Koes Ploes. lagu yang memang easy listening nih emang dicekokin diantara lagu anak-anak yang lain, kayak Susan, Trio Kwek-kwek, atau Enno Lerian. tapi, kalo babeh karokean, pasti saya diajak nyanyi lagu-lagu Koes Ploes.

setelah agak besar, mulai diperdengarkan lagu-lagu The Beatles ke kuping saya. kalo diurut secara hirarki, saya agak bingung juga, lagu apa yang paling duluan masuk ke kuping saya, tapi yang penting lagu-lagu kayak gitu sudah ada masuk kuping sejak saya masih kecil.

tahun 90an, saya ikut-ikut mulai mendengar band-band berambut gondrong, kayak GnR, Poison, atau Scorpion. Band kayak Nirvana baru saya dengar setelah masuk SMP, jauh setelah Kurt Cobain meninggal. waktu SMP saya juga mulai berontak dengan mendengar musik-musik yang jauh beda dari apa yang dikasih orang tua. musik-musik underground kayak Slipknot, atau umpatan-umpatan Fred Durst dengan Limp Bizkitnya.

SMA baru selera musik saya terpengaruh dengan pasar. musik kayak Peterpan, Padi, atau band-band punk rock ala blink 182 dan Green Day yang lagi trend waktu itu dijadikan sebagai bahan belajar buat main band. masa ini juga masa dimana saya mulai sedikit-sedikit mencipta dan menggugah lagu.

lulus SMA selera musik saya makin campur aduk, jadi gak jelas gitu. tapi itu yang menjadikan kalau musik yang saya buat jadi lebih berwarna. dengan status masih menjadi anggota sebuah band yang mencoba buat bikin demo, saya masukkan unsur-unsur musik yang pernah saya dengar dalam alunan gitar yang saya mainkan. tapi berhubung selera saya berbeda dengan selera pasar, dan band yang bikin demo itu musiknya gak boleh beda jauh dengan selera pasar, jadi deh selera saya harus dipendam (memang dalam industri, pasar itu segalanya ya...).

sekarang setelah saya keluar dari band, saya ingin fokus di kuliah dulu. idealisme musik saya juga bisa dipertahankan. jadi ga menyerah dengan apa yang dinamakan selera pasar. berarti sampai sekarang saya belum pensiun dari musik, hanya beristirahat sebentar. tunggu karya-karya saya yang lain ya... Selengkapnya...

antara cinta dan keinginan untuk memiliki

menonton ayat-ayat cinta dalam adegan terakhir, saya terkesima dengan ucapan yang disampaikan Maria kepada Fahri. kira-kira ucapannya begini:"maafkan saya yang tidak bisa membedakan antara cinta dan keinginan untuk memiliki".

memang ketika kita mengenal apa yang dinamakan cinta, kita tak bisa mengelak dari dua alasan itu. cinta yang benar-benar tulus atau sekedar memuaskan hasrat untuk memiliki. ketika kita menganggap cinta kita tulus, kita sering dihadapkan untuk merelakan melepas apa yang kita cintai. namun, kita sering tak sanggup untuk melepasnya, berarti kita telah terjebak dalam keinginan untuk memiliki.

yah,,memang susah kalau sudah berbicara soal cinta, sebuah masalah yang cukup pelik. mungkin tergantung dari kita bagaimana menghadapinya... Selengkapnya...

akhirnya, setelah hari-hari yang melelahkan, UAS semester ganjil selesai. sekarang tinggal nunggu hasil IP keluar,,, (mudah-mudahan aman dari zona drop out). kantung mata tebel, kantung saku kempes, kayaknya sudah biasa. kebanyakan begadang malem2 cuma buat baca kisi-kisi soal ujian. materi ujian kayaknya seabreg banget. baca banyak-banyak tapi tetep yang masuk otak sedikit.
memang bener ya kata orang itu banyak baca banyak lupa. tapi kalo saya mah yang bener tuh baca bisa masuk kalo mood qta lagi baek, jadi jangan coba-coba baca apalagi buat belajar waktu mood lagi buruk. kalo moodnya buruk terus?ya itu terserah anda.

sekarang tinggal persiapan buat menyusun karya tulis. bingung mau ambil bidang apa. dosen pembimbingnya aja belum dapet dan belum tau juga mau siapa. tapi yang penting SEMANGAT!! biar cepet lulus... Selengkapnya...

do it your self !!!

kata-kata ini mulai banyak dikenal sejak era 70an, saat musik punk mulai diperdengarkan di daratan Britania. maknanya menggambarkan budaya komunitas punk yang lebih memilih anti kemapanan dan memenuhi kebutuhannya sendiri secara mandiri.
setidaknya, negara kita harus bisa mencontoh semangat kemandirian dari komunitas ini. di saat kita terjebak dengan arus globalisasi, kita bukannya mandiri malah tenggelam dalam kemelaratan akut.
liat aja, ladang minyak di wilayah kita sendiri, tapi bukan kita yang mengolah. kekayaan tambang milik sendiri, diberikan pada pihak lain. sawah kita banyak, masih tetep impor beras dari negara lain. aneh kan ???
kalo kita ga mau berusaha menerapkan makna dari kata ini, di masa depan mungkin kita tak akan melihat lagi barang-barang yang terdapat tulisan "made in Indonesia". Selengkapnya...

laskar pelanginya Andrea Hirata


Sebenernya agak telat juga sih baru baca buku ini, setelah sekian banyak orang-orang ngomongin gimana menariknya nih buku. Buku yang menceritakan tentang kisah nyata sang pengarang, yang dipanggil oleh teman-temannya dengan nama Ikal, tentang pengalaman masa kecilnya di Pulau Belitung.

Kisah yang dihadirkan adalah bagaimana masyarakat marginal di negara ini yang biasanya kurang terperhatikan, begitu semangat dan antusias dalam mencari ilmu. Mereka yang termarginalkan di tanah leluhurnya sendiri, mencoba untuk mengenyam pendidikan dengan minimnya fasilitas yang ada.

Cerita dalam setiap bab begitu inspiratif. Saya terkesan dengan seorang anak bernama Lintang, yang punya otak super jenius, harus rela mengayuh sepedanya menempuh jarak 80km P-P dari rumahnya hanya untuk bersekolah. Bahkan ia harus rela melewati rawa yang banyak buaya, menenteng sepedanya yang bocor, sampai melewati badai, hanya untuk menyanyikan lagu "Padamu Negeri". Kemudian semangatnya itu pupus, ketika ia dipaksa untuk rela meninggalkan bangku sekolah untuk menghidupi anggota keluarganya setelah ayahnya meninggal.

Kemudian, semangat seorang Guru dalam mendidik murid-muridnya tanpa pamrih. Beliau begitu rela mendidik di tengah sekolah, yang disebut seperti Gudang Kapra, selama bertahun-tahun. Guru yang bukan hanya mendidik, tapi mengayomi. Sangat jarang kita menemukan guru seperti ini sekarang.

Intinya, cerita di buku ini begitu inspiratif. Mungkin bisa mendongkrak semangat belajar kita. Kita yang selama ini disuguhi berbagai macam fasilitas modern ternyata semangat belajarnya jauh lebih kecil dibandingkan mereka yang minim fasilitas. Selengkapnya...

powered by Blogger | WordPress by Newwpthemes | Converted by BloggerTheme