Sepotong semangat dan sebuah award...


Wah..wah...setelah beberapa lama mengalami resesi semangat, akhirnya saya bisa bangkit lagi. Terima kasih kawan-kawan atas dukungan morilnya. Yah, namanya manusia, jadi tak selamanya saya bisa menjadi sekuat apa yang kalian bayangkan. Tapi, untungnya saya masih memiliki keluarga, kekasih, dan kawan-kawan tersayang.

Semenjak saya posting tulisan tentang
homesick yang saya rasakan, dukungan untuk saya yang diberikan oleh kawan-kawan tak henti mengalir. Layaknya pasangan Bibit-Chandra terkait kasus kriminalisasi KPK, atau kasus Mbah Minah yang diseret ke meja hijau hanya karena 3 buah kakao. Dukungan-dukungan berupa teriakan-teriakan semangat terasa sangat berarti.

Tapi bukan kasus-kasus itu yang ingin saya bahas kawan....


Belum sempat atau belum siap saya dengan materi-materi untuk membuat postingan membahas kasus-kasus itu. Alih-alih saya mengutarakan pendapat, nanti malah kena kasus seperti ibu Prita. Ah, demokrasi di negeri ini ternyata masih mahal...(kok OOT lagi yah?...)

Padahal disini saya ingin mengucapkan terima kasih kepada kawan-kawan yang telah memberikan dukungan untuk saya. Kekasih saya yang telah mengirimkan saya sepotong puisi berbahasa Inggris setelah membaca tulisan saya, tetapi karena dilarang jadi tidak bisa dipublish (maaf kawan-kawan, untuk privasi saja ^_^...) Dan juga tak lupa dengan Mbak Dhila yang telah memberikan award untuk saya (wah..benar-benar memenuhi janjinya nih...^_^)

Award yang saya terima dari mba dhila kali ini katanya bernama Blogger Award Community. Saya sendiri masih belum mengerti apa artinya, tapi setidaknya dengan award-award seperti ini bisa semakin menguatkan ukhuwah tali perbloggeran Indonesia (terlalu tinggi gak ya harapannya?...)

Award ini saya persembahkan untuk (hmm..) semua kawan-kawan saya sajalah yang mau mampir kesini. Khususnya ingin saya berikan kepada Kanglurik, yang telah berjasa mempromosikan blog ini;dan shavaat, inspirasi saya dalam menulis catatan harian dan petualangan. Juga untuk semua kawan-kawan yang mau bersusah payah mendukung saya ketika terpuruk.

Terima kasih yah mba Dhila atas hadiahnya, kapan-kapan saya buatkan hadiah lagi deh(hehehehe...). Terima kasih juga kawan-kawan....

Saya gak mau kalah dengan para pahlawan yang rela memberikan banyak pengorbanan untuk bangsa ini. Yah, jika kita tak bisa menjadi pahlawan untuk orang lain, setidaknya bisa jadi pahlawan untuk diri sendiri, keluarga, dan orang-orang yang kita sayangi...
Selengkapnya...

Homesick...


Entah kenapa akhir-akhir ini mendung selalu menggelayuti langit kota ini. Bukit di belakang kost ku juga selalu menampakkan deretan pohon yang semakin pekat. Baru kali ini aku merasakan benar-benar sendiri. Kesendirian yang benar-benar seakan menyiksa batin.

Setiap pagi selalu kusaksikan kabut selalu enggan tersibak, seakan menjadi tirai dari langit yang enggan menampakkan sinarnya. Pagi selalu tampak murung. Tak kudengar lagi nyanyian burung seperti hari kemarin. Embun pun kurasakan begitu dingin sedingin jiwa ini. Pada cermin, selalu kulihat seorang pria dungu yang menampakkan wajahnya dan selalu bertanya “Apa yang kau lakukan disini?”

Jika kurenungkan lagi, memang selalu menjadi pertanyaan mengapa aku harus disini. Ada perasaan gundah atau apalah namanya aku tak tahu. Jauh dari orang-orang yang kusayang. Jauh dari orang-orang yang kucintai. Pertanyaan itu selalu menggelayut, mengapa aku disini?



Tiba-tiba saja aku merasakan rindu yang sangat hebat. Berkelebatan bayangan-bayanganku bercengkerama dengan mereka. Mendengar celotehan, tangisan, atau apapun yang biasa kudengar. Ingin ku lihat wajah mereka satu per satu. Meski tersamar di antara genangan air yang memenuhi kelopak mata.


Aku terbayang dengan adik kecilku. Rindu tawanya yang mungkin tanpa arti. Tapi bagiku itulah penyemangat hidup. Meski hanya mendengar suaranya -jika kutelepon- dengan jawaban sepotong kata. Tapi aku senang.


Aku membayangkan wajah ibu, dengan wajah lembutnya meski terlihat lelah sekadar menegurku, mengingatkanku, atau apalah. Melihat bapak, yang meski sudah termakan usia, tapi tetap kuat. Semua mereka lakukan demi melihat anak-anaknya bahagia.
Aku rindu dengan adik-adikku. Meski kadang bertengkar hanya memperebutkan sepotong kue. Ah, tapi itu dulu. Kini seakan semuanya telah menggapai cita-citanya masing-masing.

Aku merindukan kekasihku. Melihat senyumnya atau bahkan cemberutnya. Mendengar celotehnya tentang apa yang dialaminya. Berbagi cerita.


Ah, kenapa semua seakan menghilang? Kemana semua?


Kini yang ada tinggal aku dan Tuhanku. Membuka percakapanku dengan-Nya hanya berharap semua bisa bahagia. Aku hanya bisa mengadu pada-Nya bahwa aku disini untuk mereka. Semua ku korbankan agar mereka bahagia. Biarkan mereka tidak tahu, percakapan ini hanya antara aku dan diriMu.

Ya Rob…tolong jangan sia-siakan pengorbananku. Jika kurelakan rasa rindu ini terenggut aku tak akan merelakan jika Kau merenggut kebahagiaan mereka. Ah, aku hanya merasa rindu, rindu yang sangat…

Samarinda, 14 Nov 2009 pukul 01.33 dinihari WITa, diiringi “Homesick” King Of Convenience…

Gambar diambil disini
Selengkapnya...

powered by Blogger | WordPress by Newwpthemes | Converted by BloggerTheme