Efek Rumah Kaca - Kamar Gelap


Tenggal 19 Desember 2008 kemarin, tepat saat peringatan hari kelahiranku, saya merasa seperti mendapatkan kejutan. Ya, Efek Rumah Kaca meluncurkan album keduanya yang diberi nama ”kamar gelap”. Saya sedikit terkejut karena peluncuran album ini terkesan tiba-tiba dengan jangka waktu hanya setaun semenjak peluncuran album perdana mereka. Saya pun baru mengetahui ERK telah meluncurkan single-nya dari pesan singkat seorang teman dan mengetahui alum ini pun dari berita di milis.

Setelah mengubek-ubek toko-toko kaset di Jakarta dan Bekasi akhirnya saya pun berhasil mendapatkan CD mereka. Cover yang ditampilkan pun cukup eksentrik, seekor kambing yang terbungkam mulutnya oleh jepitan jemuran. Ternyata isinya lebih eksentrik lagi. Mereka menggabungkan seni bermusik mereka dengan balutan seni fotografi kontemporer Angki Purbandono, seorang seniman dan aktivis dari Ruang MES 56. Walhasil, jadilah album ini penuh kejutan. Kejutan tersebut tak habis sampai disitu, satu per satu ketika lagu-lagu dari album tersebut diperdengarkan menghadirkan kejutan tersendiri. Mereka masih layak dinobatkan sebagai penyelamat musik Indonesia. Mari kita simak satu per satu...

”Tubuhmu membiru... Tragis” intro dengan melodi yang renyah. Sangat pas dijadikan appetizer sebelum mendengarkan lagu lain. Nuansa psychadelic masih terasa kental. Bercerita tentang seseorang yang berada dalam ketinggian mendapatkan bisikan-bisikan halusinatif untuk terjun ke bawah.
”hidup tak selamanya linier, tubuh tak seharusnya linier//kulihat engkau terkulai//tubuhmu memiru...tragis”

”Kau dan Aku Menuju Ruang Hampa” distorsi yang menggebu di awal menjadikan lagu ini lebih terasa keras. Bercerita tentang arus ketidak pastian yang menghanyutkan.
”kau belah dadaku, mengganti isinya//dihisap piiranku, memori terhapus//terkunci muutku menjeritkan pahit”

”Mosi Tidak Percaya”, di awal sudah terasa unsur punk rock. Lagu yang bermuatan unsur politik, menceritakan ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
”ini masalah kuasa, alibimu berharga//kalau kami tak percaya, lantas kau mau apa!” .

”Lagu Kesepian” merupakan satu-satunya lagu cinta yang ada di album ini. Cholil, sang vokalis, pun mengatakan, ini lagu cinta yang tak ada kata cinta. Penuh dengan nuansa akustik bercerita tentang penagihan janji yang telah diberikan.
”oh, dimana terang yang kau janjikan...aku kesepian...”.

”Hujan Jangan Marah”, lagu yang telah diciptakan mereka sejak tahun 1999. Bercerita tentang situasi banjir besar yang menggenangi Jakarta. Lagu yang bernuansa pop progressive.
”lihatkah? Aku pucat pasi, sembilu hisapi jemari//setiap ku peluk dan menangisi hijau pucatnya cemara//yang sedih aku letih...”

”Kenakalan Remaja di Era Informatika” merupakan single pertama dari album ini. Judulnya yang menggelitik bercerita tantang penyelahgunaan perangkat digital oleh remaja zaman sekarang. Irama yang ceria sejak awal langsung mengingatkan saya pada Smashing Pumpkins.
”senang mengabadikan tubuh yang tak berhalang//padahal hanya iseng balaka”.

”Menjadi Indonesia”, lagu yang terinspirasi dari buku karangan Parakitri T. Simbolon dengan judul yang sama. Sangat nasionalis. Sebuah pengharapan kebangkitan Indonesia dari tidur panjangnya.
”ada yang runtuh//tamah ramahmu//beda teraniaya...”

”Kamar Gelap” bereloteh tentang situasi studio gelap untuk mencuci foto. Akustik di awal disambung dengan distorsi ringan dan menyegarkan.
”yang bicara adalah cahaya//dikonstruksi dikomposisi..”

”Jangan Bakar Buku”berisikan pesan betapa pentingnya buku untuk membuka jendela dunia. Sangat psychadelic, imajinatif. Suara Cholil berpadu dengan Vocal rendah Ade Firza Paloh (Sore). Bantuan gitar Iman Fatah (Lain, Zeke And The Popo) semakin membawa kita ke dunia lain.
“bait demi bait pemicu anestesi//hangus sudah, hangus sudah…”

“Banyak Asap Disana”, lagi-lagi lagu yang bertema lingkungan. Peringatan bagi para calon kaum urbanisasi ketika kota tak seindah mimpi.
”yang muda lari ke kota, berharap tanahnya mulia//kosong di depan mata, banyak asap disana...”

”Laki-laki pemalu” penuh dengan irama waltz, apalagi ditambah alunan kibor oleh Ramondo Gascoro (Sore) menjadikan suasana masa lalu terasa. Suara Ade Firza Paloh kembai membantu mengakhiri lagu dengan lembut. Bercerita tentang lelaki yang tak mampu menyatakan cinta.
”berharap gadis mengerti hatinya//tetes keringat mengalir mencoba melawan ragu...”

”Balerina” ending yang sangat tepat. Nuansa pop ceria di balut dengan petikan gitar (sounds like banjo) serasa mendengarkan lagu khas gurun nevada. Berisi penganalogian hidup dengan balerina.
”hidup bagai balerina//gerak maju berirama”

Dari ke-12 lagu tersebut masih tetap mencirikn ERK sebagai band yang cerdas. Berjalan di jalur pop, menggunakan lirik bahasa Indonesia namun tidak pasaran seperti lagu pada umumnya. Idealisme mereka masih tetap terlihat dari lagu-lagunya yang lebih banyak bercerita tentang masalah sosial kekinian, tak takut melawan arus. Bagi anda yang belum mendengar, lagu-lagu mereka layak masuk dalam playlist anda.

No Response to "Efek Rumah Kaca - Kamar Gelap"

Posting Komentar

mohon komentar, kritik, dan sarannya...

powered by Blogger | WordPress by Newwpthemes | Converted by BloggerTheme