Menulis adalah ...


Memulai sesuatu yang telah lama ditinggalkan bukanlah suatu perkara yang mudah. Bagi saya, hal itu hampir sama dengan kembali ke titik nol. Ya, seperti itulah kira-kira nasib blog ini. Untuk kesekian kalinya, posting pada blog ini harus rela tersisihkan dari daftar skala prioritas pemiliknya. Tangan saya mulai kaku mengetikkan rangkaian kata pada keyboard laptop. Selain dibebani oleh rasa bersalah kepada blog ini, saya juga merasa berdosa telah pergi bagai ditelan bumi setelah terakhir menyampaikan salam menjelang Idul Fitri lalu (^_^).

Sebenarnya, sudah beberapa kali saya berniat mem-posting tulisan ke blog ini. Tapi karena beberapa kesibukan (baca: malas, red) hal itu masih belum bisa terlaksana. Setelah bereuforia dengan liburan lebaran tiba-tiba saya langsung dijejali berbagai tugas menulis dari kampus. Tidak tanggung-tanggung, jumlahnya berlembar-lembar (seingat saya 17 halaman per minggu) dengan tulisan tangan. Akibatnya jari-jari tangan harus rela keriting tanpa bisa direbonding.


Selain tugas-tugas kuliah, kewajiban melaksanakan tugas kantor pun tiada habisnya. Salah satu tugasnya adalah harus semakin sering meng-update postingan berita pada web perwakilan. Ditambah tugas-tugas pemeriksaan dan tugas-tugas lainnya yang masih menunggu untuk diselesaikan.

Untuk mengatasi rasa bosan dan kejenuhan, saya mencoba untuk merancang dua blog lagi khusus untuk menyalurkan hobi. Blog yang pertama adalah bilikitik, sebuah blog yang saya khususkan untuk desain. Blog yang kedua adalah ruangsemu, entah mau saya jadikan apa blog ini. Kedua blog ini saya coba buat dari wordpress. Namun, seiring waktu berjalan kedua blog itupun bernasib sama dengan blog ini.

tampilan bilikitik

Tetapi akhir-akhir ini saya seperti mendapat petunjuk (baca: inspirasi, red) untuk menulis. Waktu pulang ke Jakarta tanpa sengaja saya membeli buku mba Ligwina yang judulnya Untuk Indonesia Yang Kuat 100 Langkah Untuk Tidak Miskin. Buku yang segera saya habiskan dalam 2 hari (sebagian besar di dalam pesawat) isinya sebagian besar adalah ajakan supaya masyarakat golongan ekonomi menengah Indonesia mampu menjadikan diri mereka lebih kuat dalam hal finansial.

Buku Untuk Indonesia yang kuat

Namun yang menjadi inspirasi bagi saya adalah mba Ligwina itu sendiri dalam prakatanya menjelaskan bahwa ia pernah mengalami periode yang dinamakan periode serba gerah selama ia berhenti menulis. Keadaan dimana diri kita mengalami masa stagnasi. Sepertinya sama dengan apa yang saya alami selama ini.

Kemudian, dengan tanpa sengaja pula saya selalu menemukan artikel-artikel hebat dari berbagai macam blog yang tidak sengaja saya temui pula setelah googling. Membaca buku Nasiona.is.me mas Pandji yang saya dapat dari blognya.

Dari hal-hal itulah kemudian saya mendapat inspirasi bahwa aktivitas pada blog ini gak boleh ditinggalkan. Karena menulis adalah suatu kebutuhan, meski itu hanya kebutuhan tersier. Tapi hasil dari tulisan itu bisa menjadi kebutuhan primer bagi yang membutuhkannya.

Dan untuk kesekian kali pula, saya bertekad lagi untuk tidak melupakan blog ini. Entah harus berapa kali lagi saya harus bertekad...

Terima kasih juga untuk Mba Dhilla dan Kakaakin atas dorongan semangatnya secara langsung dan gak langsung..heehehehe...
Selengkapnya...

Widget untuk Idul Fitri

Postingan kali ini berhubungan dengan postingan sebelumnya mengenai Kreasi ketupat. Jika pada posting sebelumnya kreasi yang saya berikan adalah file mentah berupa vektor corel (Corel X3) dan Photoshop (CS4), kali ini saya ingin memberikan file tersebut berupa widget.


Kawan-kawan sekalian bisa memasang widget tersebut pada blog untuk menyemarakkan semangat Idul Fitri. Caranya tinggal meng-copy kode HTML-nya, lalu paste di blog kawan-kawan.


Sengaja tidak saya kasih tahun Hijriyahnya, agar nantinya bisa terus dipasang saat Idul Fitri berikutnya. Jadi jika lebarannya sudah lewat, kode HTML-nya bisa dilepas dan disimpan dalam notepad untuk Idul Fitri berikutnya (insya Allah bertemu dengan Idul Fitri tahun depan).


Silahkan dipilih mau pasang yang mana. Mari tularkan semarak Idul Fitri ke dalam blog...

Widget Idul Fitri 1
Photobucket

Copy dan pasang kode HTML di bawah ini:
<a href="http://duniamuam.blogspot.com/2010/09/widget-untuk-idul-fitri.html" target="_blank"><img src="http://i523.photobucket.com/albums/w358/muamdisini/ketupat1.gif" border="0" alt="Photobucket"></a>

Widget Idul Fitri 2
Photobucket

Copy dan pasang kode HTML di bawah ini:
<a href="http://duniamuam.blogspot.com/2010/09/widget-untuk-idul-fitri.html" target="_blank"><img src="http://i523.photobucket.com/albums/w358/muamdisini/ketupat2.gif" border="0" alt="Photobucket"></a>

Widget Idul Fitri 3
Photobucket

Copy dan pasang kode HTML di bawah ini:
<a href="http://duniamuam.blogspot.com/2010/09/widget-untuk-idul-fitri.html" target="_blank"><img src="http://i523.photobucket.com/albums/w358/muamdisini/ketupat3.gif" border="0" alt="Photobucket"></a>

Widget Idul Fitri 4
Photobucket

Copy dan pasang kode kode HTML di bawah ini:
<a href="http://duniamuam.blogspot.com/2010/09/widget-untuk-idul-fitri.html" target="_blank"><img src="http://i523.photobucket.com/albums/w358/muamdisini/ketupat4.gif" border="0" alt="Photobucket"></a>
Selengkapnya...

Kreasi Ketupat Lebaran


Siapa yang tak mengenal ketupat. Penganan khas hari raya berupa beras/ketan yang dimasak di dalam anyaman daun kelapa/janur kuning. Ternyata ketupat itu pun memiliki makna filosofis yang sangat dalam bagi masyarakat kita. Diperkirakan ketupat muncul dari tradisi Jawa, yaitu pada saat penyebaran Islam oleh Sunan Kalijaga. Pada saat itu diperkenalkan Lebaran Kupat, yaitu lebaran seminggu setelah hari raya (mungkin lebaran setelah puasa Syawal ya..)

Nama Kupat itu sendiri berasal dari kata Pat atau Lepat (Kesalahan) artinya diharapkan bagi kita yang memakan ketupat ini bisa terbebas dari kesalahan (pantas saja, dulu saya dipaksa makan ketupat ini setelah menjalankan ibadah di Bulan Ramadhan). Ada juga sumber yang mengatakan kalau arti ketupat berasal dari kata Ngaku Lepat artinya mengakui kesalahan. Yang mana yang benar? Yah, intinya kan meminta maa supaya terbebas dari kesalahan.



Bentuk ketupat yang unik berupa persegi ternyata juga memiliki arti tersendiri. Menurut masyarakat Jawa empat sudutnya menggambarkan arah mata angin yang salah satunya tidak boleh hilang. Artinya dalam menjalankan kehidupan, manusia harus seimbang termasuk dalam urusan ibadahnya. Bisa juga diartikan sebagai 4 macam nafsu yaitu nafsu amarah, nafsu makan, nafsu dari sesuatu yang indah, dan nafsu dari diri sendiri. Nafsu-nafsu tersebut yang kita tahan selama Bulan Ramadhan, sehingga saat lebaran dengan memakan ketupat menandakan kita mampu melawan nafsu-nafsu tersebut.

Ternyata kreasi ketupat tak hanya bisa diaplikasikan dalam berbagai menu makanan, terutama rendang dan opor ayam.. kali ini saya mencoba mengaplikasikan ketupat dalam berbagai desain kartu lebaran. Dari arti filosofisnya, ketupat ternyata mampu menjadi simbol hari raya dan ungkapan maaf kita kepada para handai taulan dan kawan-kawan. Selain itu, bentuknya yang unik menjadikan ungkapan kita menjadi semakin menarik. Berikut ini saya sajikan beberapa kreasi kartu lebaran yang saya coba buat berikut file mentahnya dalam format cdr. (untuk aplikasi CorelDraw) dan psd. (untuk aplikasi Photoshop).

Kawan-kawan bisa mengunduh file mentah tersebut untuk dikreasikan lebih lanjut. Hasilnya bisa dicetak dalam bentuk kartu lebaran, atau bisa ditampilkan dalam blog masing-masing. Selamat berkreasi!!


Selengkapnya...

Revolusi Sepatu atau Sepatu Revolusi?



Jika pada awal mula diciptakannya sepatu berfungsi sebagai alas kaki, tidak untuk masa kini. Fungsi sepatu perlahan mulai bergeser dari sekadar alas kaki menjadi simbol gaya hidup (lifestyle). Penggunaan sepatu yang dulu hanya berdasarkan kenyamanan kaki si pemakai serta bagaimana kaki mampu terlindungi kini mulai bergeser menjadi simbol dari genre pada generasi tertentu. Yah, sebut saja sepatu converse All Star yang pertama kali diciptakan di tahun 1908 dan dipromosikan oleh Chuck Taylor untuk para pemain basket profesional kini beralih menjadi simbol anti kemapanan bagi para pemakainya.


Sepertinya saya pun terkena syndrome converse itu. Saya termasuk orang yang percaya, semakin buluk/belel sepatu converse-mu maka sepatu itu semakin keren (hahaha...quotes dari mana itu). Akhirnya dengan susah payah saya pernah mempertahankan sepasang sepatu converse berwarna hitam selama kurang lebih empat tahun. Bentuknya pun sudah tak karuan, warna berubah menjadi keabu-abuan dengan lubang menganga disana sini, dan yang lebih tragisnya sepatu itu akhirnya berakhir di tempat pembuangan sampah di buang oleh ibu secara diam-diam tanpa sepengetahuan saya (padahal belum sempat didokumentasikan keotentikan barang bukti tersebut..)


Akhirnya dengan berat hati kembali kuputuskan mencari sepasang sepatu baru. Kali ini saya tetap mencari converse berharap ada yang butut. Akhirnya di sebuah toko sepatu di Bekasi (waktu itu belum bertugas ke Kaltim) saya mendapati keranjang yang isinya sepatu yang didiskon mencapai lebih dari 50%. Dan yang lebih keren lagi sepatu tersebut sudah terlihat buluk meskipun dikatakan sepatu baru (ini konsep belanja yang aneh, bagi yang belum mencoba jangan diikuti..). Dan sepatu itu pun akhirnya terpilih menjadi teman kakiku.


Hari demi hari pun dilalui bersama sepatu itu. Meski semakin jarang intensitas penggunaannya karena harus bersaing dengan sepatu untuk ke kantor (andai saja di kantor boleh ber-sneaker ria...) namun dalam setiap kesempatan sepatu itu tetap setia menemani. Pulang-pergi Samarinda-Jakarta, kegiatan kuliah di malam hari, jalan-jalan, berfutsal ria, sampai mengarungi banjir. Tapi tetap saya pertahankan agar bentuknya tidak berubah.


Setelah berpikir lebih lanjut melihat keadaan sepatu yang sudah mulai memprihatinkan timbul ide untuk merombak penampilan si converse ini. Akhirnya timbul inisiatif untuk menambahkan ornamen graffiti khas urban pada wajah sepatu. Konsep kasar dari graffiti ini pernah diposting di sini.


Maka ketika ada waktu luang segera saja saya siapkan spidol Artline WaterProof untuk mengaplikasikan desain yang sebelumnya pernah dibuat pada sepatu. Corat sana coret sini dan akhirnya sepatu belel itu pun berubah wajah layaknya body yang ditambahkan tatto. Dan sepatu belel itu pun berevolusi menjadi lebih indah (atau semakin belel yah?...)






Postingan kali ini dibuat untuk mengikuti “Kuis Sepatu Buluk Berhadiah Sepatu Baru” yang diadakan oleh Bang Arman.
Selengkapnya...

Mempertanyakan Keadilan

Gambar dipinjam dari sini

Jika kau berkata pengurangan hukuman itu atas dasar Hak Asasi Manusia, apakah berlaku juga pada kami? Warga negara biasa yang tidak memiliki kedudukan dan materi yang berlimpah seperti mereka. Apakah suatu saat jika kami melakukan kesalahan di mata hukum, kami akan mendapatkan perlakuan yang sama? Keringanan hukuman atau bahkan pembebasan dari hukuman?


Jika kau berkata setiap tersangka berhak menggunakan asas praduga tidak bersalah, apakah berlaku juga pada diri kami? Yang kami tahu, para tersangka (atau disangka) teroris langsung ditembak di tempat tanpa berhak memberikan penjelasan apapun. Yang kami tahu maling ayam, copet, dan penjahat kelas teri lainnya dibiarkan mati dibakar massa tanpa pernah menjelaskan mengapa mereka mencuri.


Jika kau berkata setiap pembebasan tahanan atas dasar kemanusiaan, tenang saja... kami sudah melupakan kasus-kasus kemanusiaan di negeri ini yang sampai saat ini belum ada kejelasan. Kami sudah melupakan siapa pembunuh Alm. Munir. Kami sudah lupa siapa saja yang menembaki dan dalang dibalik penembakan para mahasiswa di 1998. Kami sudah lupa siapa yang bertanggung jawab atas pembantaian umat muslim pada tahun 1984. Tenang saja, kami sudah lupa siapa yang harus bertanggung jawab atas genosida para pengikut (dituduh) komunis di awal orde baru. Kami tunduk dan patuh tidak ingin membuka “luka lama” bangsa.


Tenang saja, kami tak akan menuntut macam-macam mengenai keadilan atau bertanya kenapa mengapa. Kami hanya sekadar ingin tahu, apakah jika suatu saat di antara kami ada yang terseret kasus hukum atau menjadi terfitnah di mata hukum, berhakkah kami dikenakan asas praduga tidak bersalah sebelum kami babak belur oleh para petugas berseragam cokelat?

Semoga saja di negeri ini masih ada keadilan yang tidak berpihak...
Selengkapnya...

Andai Sang Garuda Bisa Bicara

Aku bukanlah berhala yang harus kalian sembah atau dewa yang harus kalian puja.
Aku hanyalah seekor Burung Garuda, burung mitos yang kalian jadikan sebuah lambang negara.
Di dadaku tergantung perisai yang melambangkan apa yang kalian sebut Pancasila, masing-masing gambarnya memiliki arti filosofis tersendiri. Yah, kalianlah yang lebih mengerti maknanya.
Cakarku kokoh menggenggam tulisan “Bhineka Tunggal Ika”, kalian pulalah yang lebih mengerti artinya.


Tapi, tahukah kalian, aku ingin terbang tinggi, ingin merdeka juga seperti kalian. Perisai di dadaku rasanya semakin berat. Aku sudah tak kuat menanggung beban kelima sila yang kini maknanya makin terlupakan.
“Bhineka Tunggal Ika” yang kubawa kemana-mana, kini juga semakin tak berarti. Atau memang sengaja artinya dilupakan..aku tak tahu

Ah, aku bosan berada di dinding bersanding dengan wajah para pemimpin negeri.
Sejak aku di rancang oleh Syarif Abdul Hamid Alkadrie atau Sultan Hamid II dan disahkan penggunaannya pada bulan Maret 1950, tubuhku selalu menghiasi dinding-dinding berada di antara para pemimpin negeri dan wakilnya
Entah sudah berapa kali wajah mereka berganti, aku masih setia menemani.
Tak ada keluh kesah bagiku. Aku sudah cukup bangga, tetap setia menemani mereka.
Atau justru mereka yang harus setia dan patuh pada diriku? Ah, entahlah, yang aku tahu salah satu syarat untuk menjadi pemimpin negeri ini harus patuh dan setia pada diriku. Bahkan dulu aku dijadikan alasan untuk membunuh dan melenyapkan manusia-manusia yang katanya tak setia kepadaku.
Ah, sudahlah, aku tak ingin mengingat keburukan-keburukanku di masa lalu, sekarang saatnya bertobat.

Tapi aku sedih, tergantung pada dinding-dinding usang dalam bangunan yang hampir roboh.
Wajah pemimpin negeri yan mendampingiku sudah tak sesuai perkembangan zaman, sepertinya ini pemimpin negeri satu dasawarsa yang lalu. Sudah berdebu pula.
Namun dihadapanku, ku lihat anak-anak itu sungguh bersemangat. Berbekal sebatang pensil dan buku yang sudah tak berbentuk buku mencoba untuk mencuri sedikit ilmu dari sang guru.
Meskipun bangku yang mereka duduki hampir patah, tak jauh berbeda dengan bangunan yang menaungi mereka tapi semangat mereka begitu membara. Aku bisa melihatnya dari sorotan mata mereka kala memandang papan tulis hitam yang ada di bawah diriku.

Tapi aku juga marah, digantungkan dalam ruangan yang cukup besar, katanya sih ini ruangan sidang kenegaraan.
Ah, apa peduliku. Orang-orang di dalam sibuk sendiri. Katanya bermusyawarah untuk rakyat, tapi yang kulihat banyak mereka yang tak ikut bermusyawarah, tidur, atau asyik mashuk bercengkrama lewat apa yang dinamakan facebook atau twitter.
Kadang-kadang aku menyaksikan mereka saling bertarung layaknya aku sedang berada dalam sasana tinju saja.

Ah, pokoknya aku ingin terbang. Menyaksikan keindahan negeri dengan mataku sendiri, bukan dari poster-poster yang di tempelkan di sekitarku.
Aku ingin menunjukkan bahwa negeri yang menjadikanku sebagai lambangnya lebih indah dan lebih elok dari negeri yang lain.
Selengkapnya...

ke Sengata atau Sangatta?



Maaf kawan, kembali lagi saya harus meninggalkan aktivitas yang berkaitan dengan blog dalam waktu yang cukup lama. Ingin sekali rasanya berkunjung ke tempat kawan-kawan semua, tapi ada rasa malu karena saya belum bisa menyaikan hidangan segar pada blog ini. Alhasil, saya hanya sanggup sesekali mengintip di tempat kalian. (^_^).


Jalan Samarinda-Bontang kembali kulalui. Namun kali ini tujuannya bukan untuk wisata menikmati alam borneo, tujuan saya kali ini adalah ke Sengata, ibukota dari Kabupaten Kutai Timur. Selama sebulan penuh saya akan bertugas disana. Itulah alasan yang menyebabkan (lagi-lagi...) blog ini sampai terbengkalai...


Kali ini perjalanan Samarinda-Bontang yang sebelumnya pernah kulewati (bisa dilihat dalam postingan ini dan ini) kulalui dengan mata terpejam, mungkin akibat semalaman saya tidak tidur mengerjakan “PR” tugas kantor yang harus segera kuselesaikan sebelum berangkat bertugas lagi. Memasuki gerbang Taman Nasional Kutai mataku kembali terbuka, mungkin rasa kantuk ini telah terpuaskan.


Pertama kali membuka mata (setelah terlelap sepanjang perjalanan) yang terlihat hanyalah hijau, hijau, dan hijau. Rimbunan pohon dan luasnya semak belukar menghiasi pemandangan di kanan-kiri jalan. Di kejauhan terlihat pohon-pohon besar yang menjulang di antara rimbunan pohon lainnya. Memang, sebagian besar kawasan Kutai Timur ini terutama jalan menuju Sengata (ibukota kabupaten Kutai Timur) masih dipenuhi hutan.


30 hari penuh berada Sengata, saya jadi merasakan atmosfer Kota Pertambangan. Pagi-pagi, sekitar pukul 7.30 WiTA saat kami bersiap akan menjalani tugas, kami selalu berpapasan dengan bis-bis berukuran bis Transjakarta yang lalu lalang membawa para pekerja tambang. Helm dengan warna menyala, celana jeans dengan sepatu boots sudah cukup mengidentifikasi pekerjaan mereka.



Besarnya Dump Truck, c oba bandingkan dengan mobil di belakangnya

Memang Sengata dikenal sebagai Kota pertambangan. Didalamnya terdapat lokasi penambangan perusahaan batu bara yang cukup besar dan terkenal hingga ke mancanegara. Kota ini pun hidup berkat adanya tambang-tambang tersebut. Ratusan atau bahkan ribuan orang menggantungkan hidup dari aktivitas pertambangan.


Yah, saya pun kemudian membayangkan apa yang akan terjadi dengan kota kecil ini beberapa tahun ke depan. Sepuluh tahun, Lima puluh tahun, atau ratusan tahun kemudian,,, saat gompalan-gompalan emas hitam itu telah habis tergerus apakah kota kecil ini masih akan tetap berdiri? Bagaimana dengan nasib orang-orang dan keluarganya yang menggantungkan hidupnya dari aktivitas itu?


Mendung pun menggelayuti langit sepanjang perjalanan Sengata-Samarinda, kali ini kulalui tanpa mata terpejam. Sengaja saya buka jendela mobil “Nissan Navara” itu, dan kuhirup dalam-dalam udara disekitar Taman Nasional Kutai. Sengaja kunikmati segarnya udara itu sebelum ikut menghilang bersama sumber daya bumi lainnya. Entah apa yang akan terjadi dengan pohon-pohon itu sepuluh tahun, lima puluh tahun, atau ratusan kemudian? Apakah pohon-pohon itu masih tegak berdiri menantang langit?


Yang masih menjadi pertanyaan, sebenarnya penulisan Sengata itu yang benar seperti apa ya? karena sampai saat ini masih ada dua versi penulisan : Sangatta dan Sengata. Kawan-kawan ada yang tau? (^_^)...


***

Terima kasih untuk kakaakin dan mba deny atas kopdarnya kemarin..hehehe... jadi semangat posting lagi nih..


Selengkapnya...

powered by Blogger | WordPress by Newwpthemes | Converted by BloggerTheme