somasi goes to puncak !!!

Akhirnya, setelah sekian lama, SOMASI (Solidaritas Mahasiswa Bekasi) bisa melakukan jalan-jalan juga. SOMASI itu sendiri merupakan sebuah komunitas yang di dalamnya terdiri dari mahasiswa/i Sekolah Tinggi Akuntansi Negara yang pernah lahir, bersekolah ,bertempat tinggal, dan pernah mengalami hidup di Bekasi. Kegiatan yang berlangsung dari tanggal 2 April - 4 April 2008 ini sebenarnya sudah lama direncanakan, namun akhirnya baru bisa terwujud sekarang ini (thanks buat yang udah bersusah payah nyiapin segalanya ya…). Untuk peserta, seharusnya diikuti oleh seluruh anggota yang tergabung di dalamnya, tapi berhubung banyak yang memiliki acara lain yang kelihatannya lebih penting, akhirnya yang bisa ikut hanya 20 orang (yah, yang ga bisa ikut jangan nyesel ya…).

Di rabu pagi yang cerah, tanggal 2 April 2008, kita semua sudah berkumpul di Lapangan Gedung A kampus kita tercinta untuk menunggu pemberangkatan. Segala perlengkapan tempur sudah disiapkan jauh-jauh hari (makanan pastinya ^_^…). Perjalanan baru bisa di mulai sekitar jam 9 pagi dengan menggunakan bis tiger (3/4) milik Depdagri (pinjem ya om…). Karena memang bukan hari libur, selama perjalanan kita tidak mengalami kendala yang cukup berarti. Sekitar jam 10 kita sudah sampai di pintu tol Ciawi. Pemandangan Gunung Salak sudah menyambut di sebelah Barat dan di Timur, Gunung Gede Pangrango sudah mengintip di balik bukit-bukit. Jam 10.30 barulah kita tiba di tempat tujuan, Villa Lembah Tirta, Cisarua , Bogor.

Sewaktu kita turun dari bis, kita sudah disambut dengan bentangan pohon-pohon bambu. Hawa sejuk pun mulai menyelinap ke rongga pernapasan kita. Samar-samar terdengar suara gemericik air sungai yang mengalir deras membuat kita jadi semakin penasaran. Kita pun segera jalan beriringan menuju vila melalui jalan yang cukup terjal berbatu. Di sepanjang jalan, banyak terdapat saluran-saluran air (sepertinya air alami…) yang menimbulkan riak-riak suara menjadikan suasana semakin terasa asri.

Akhirnya kita tiba di vila, sebuah tempat peristirahatan yang sederhana, tidak begitu besar dan tidak begitu kecil. Dari luar memang terlihat biasa saja, seperti bentuk rumah pada umumnya. Tapi ketika kita masuk ke dalam, kita segera disuguhi pemandangan-pemandangan yang memukau dari setiap sudut jendelanya yang “view”nya langsung menghadap ke arah sungai. Hampir dari keseluruhan tembok terbuat dari anyaman bambu membuat unsure etnik semakin kental terasa. Vila tersebut terdiri dari 3 bagian; bagian pertama berada di paling atas terdiri dari beberapa kamar dan ruang untuk berkumpul, serta terdapat balkon yang langsung menjorok ke arah sungai; pada bagian kedua juga terdapat beberapa kamar, ruang makan dan dapur; di bagian ketiga yang terdapat di paling bawah hanya terdapat sebuah aula yang cukup luas diterangi cahaya yang berasal dari jendela-jendela yang langsung menghadap ke sungai. Di dalam aula inilah terdapat pintu yang ketika dibuka, kita langsung berhadapan dengan derasnya riakan arus sungai. tapi sayang, indahnya bangunan itu tak dibarengi dengan upaya dari para pelancong yang pernah berkunjung. Banyak coretan di tembok yang justru dilakukan oleh tangan-tangan usil dari orang yang pernah beristirahat di sana.

Ketika sampai, kaki-kaki rasanya sudah gatal ingin langsung menikmati riakkan arus sungai itu. Terbukti, hampir semuanya langsung terjun ke sungai hinggap dari satu batu ke batu yang lain yang memang banyak di sana. Kita semua seakan berlomba untuk mencapai sebuah bongkahan batu paling besar yang ada di tengah sungai. tak jarang dari kita jatuh terpeleset atau terbawa derasnya arus.disitulah kebersamaan dibutuhkan, saling tolong menolong sangat berperan penting dalam mencapai tujuan. Bahkan terkadang kita harus mengorbankan diri kita untuk menyelamatkan orang lain(^_^), sampai-sampai ada yang rela kecebur gara-gara megangin temannya.

Berhubung diantara kita banyak orang-orang yang memang super-over-hyper-aktif atau biasa disebut juga gejala autis akut, jadi ga pernah ada cape’-cape’nya tuh. Setelah aktif “ngobang” (red:bermain air) di sungai, mereka segera pindah ke kolam renang yang memang merupakan fasilitas dari vila ini. Sampai matahari tepat berada di atas kepala, masih belum terihat tanda-tanda kelelahan. Akhirnya, sekitar jam 2 siang baru terasa sedikit tenang. Tetapi keributan malah berpindah ke bagian atas vila, semuanya berkumpul di sana. Sedang apa mereka??? Ternyata hampir semuanya terlibat dalam permainan kartu. Dari setiap kubu, permainan yang ditawarkan bermacam-macam. Sangat menarik, sampai ada yang amatir bisa berubah jadi professional (wah wah wah…).

Keributan tersebut masih berlangsung hingga sore menjelang, saya sendiri ga tau-menau apa yang dilakukan mereka (kaya’nya sih masih maen kartu ya?...) karena saat itu saya ikut belanja keperluan di pasar. Pulang dari pasar ternyata msing-masing masih memegang kartu di tangannya (gile,,, kaya’ kecanduan aja).

Keributan tersebut tak berlangsung lama karena ba’da ashar keributan sudah berganti dengan keriuhan di lapangan (futsal atau voli ya?...) yang masih merupakan fasilitas dari vila juga. Kita main ga’ jelas gitu, kadang voli, kadang futsal, tergantung bola mana yang ada (sebelumnya bola voli sempat menghilang setelah telak dipukul oleh seseorang, dan nyasar ke vila lain….), tetapi kita memutuskan untuk main voli sampai menjelang maghrib.

Malam harinya, setelah makan malam (tentunya…) diadakan games kecil-kecilan yang seharusnya bisa menambah keakraban. Tetapi terputus ditengah permainan akibat adanya gangguan pemadaman listrik. Menjelang tengah malam pun kita keluar manuju ke tepian sungai untuk membuat jagung bakar. Di tengah udara dingin, riakkan arus sungai yang deras, kabut asap karena pembakaran jagung, siraman cahaya ribuan bintang yang redup di langit, dan jagung bakar yang rasanya masih mentah atau gosong membuat suasana malam itu jadi terasa hangat(*_*).

Keesokan paginya, setelah sarapan keriuhan dilanjutkan di lapangan dengan diadakannya pertandingan voli. Kicauan burung menjadi supporter di sana. Dilanjutkan kembali dengan bermain air, ada yang di kolam renang ada juga yang kembali bertualang menantang arus sungai (ga’ bosen-bosen ya….). mulai dari sinilah tercetus sebuah kelompok baru dari kami, menamakan dirinya “ALANG” artinya Autis Petualang(???).

Siang harinya petualangan dilanjutkan di tempat lain, lebih tempatnya di Masjid At-Ta’awun dan lokasi paralayang, Puncak. Kita menuju ke sana dengan mencarter 2 mobil angkot. Tepat jam 1 siang kita udah berada di Masjid At-Ta’awun untuk sekedar sholat dan mengisi perut yang sudah mulai keroncongan. Ada kejadian yang cukup menarik juga di sana. Kebetulan ketika kita makan di sebuah Rumah Makan di sana bertepatan pula dengan datangnya Tim Kampanye dari salah satu kandidat calon gubernur Jabar, eh pesanan salah seorang teman kami malah di lupakan. Para pelayannya malah sibuk melayani tim sukses tersebut yang jelas-jelas baru datang (bukti dari birokrasi Negara ini yang belum mengutamakan kepentingan rakyat…’.’).

Setelah itu kita segera menuju tempat selanjutnya, lokasi Paralayang. Untuk menuju kesana kita berjalan kaki melewati hamparan kebun teh yang cukup luas. Selain itu, kita harus menaiki jalan setapak yang cukup terjal. Namun segala kelelahan yang dirasakan segera terupakan begitu kita sampai di puncak. Bentangan alam yang elok sejauh mata memandang mengobati kerinduan kita akan keindahan. Hamparan kebun teh di sebelah utara terlihat begitu indah. Tumpukan bukit-bukit yang mengelilingi kawasan ini membuat kita tak henti-hentinya mengagumi keagungan penciptanya. Dominasi warna hijau di sana-sini membuat hati terasa teduh dan nyaman, namun ada getaran halus dalam sanubari. Kita seakan-akan diingatkan betapa kecilnya diri ini dibandingkan dengan alam ciptaanNya.

Kita juga cukup beruntung karena tak lama setelah berada di sana, banyak orang yang mulai bermain paralayang. Parasut yang membentang setelah terjun dari puncak bukit membuat kita tertantang untuk mencoba. Tapi kaya’nya belum saatnya karena untuk mencobanya dibutuhkan dana yang ga cukup sedikit, tujuan utama kita di sana juga bukan untuk itu. Tak beberapa lama setelah adzan ashar terdengar kita segera menuruni bukit itu untuk kembali ke Masjid At-Ta’awun untuk menunaikan sholat ashar dan kembali ke vila.

Setelah tiba kembali di vila, (memang anak-anakALANG” ga’ pernah cape’ dan bosen…) mereka segera terjun ke sungai memuaskan rasa penasaran mereka untuk bisa menaklukannya. Ada juga yang memilih beristirahat di vila atau kembali menceburkan diri di kolam renang. Tak lama kemudian, hujan mengguyur kawasan di sekitar vila, para ‘ALANG” yang sebelumnya ada di sungai malah menyusul kita-kita yang ada di kolam renang. Akhirnya, kita nekat berenang di tengah derasnya guyuran hujan (wow…). Semakin deras hujan, semakin ramai. Kita berhenti setelah cahaya-cahaya kilat mulai bermunculan dan suara guntur mulai menggelegar.

Malam harinya kita semua berkumpul di ruang aula untuk mengadakan acara yang sesungguhnya. Dalam acara ini, dengan resmi, kita melakukan serah terima jabatan kepenguruan Somasi sebelumnya kepada pengurus yang baru. Selain itu, diadakan pula sharing antar anggota mengenai kepengurusan selanjutnya. Klimaksnya, lampu dimatikan dan diganti dengan cahaya lilin. Setiap dari kami diharuskan mengeluarkan segala isi hati dan unek-unek yang dirasakannya terhadap komunitas ini. Suasana yang temaram, ditemani dengan alunan suara riakkan sungai dan dinginnya malam membuat malam itu terasa semakin haru. Bagi kami yang telah menjalani masa kuliah selama hampir 3 tahun terasa begitu cepat melalui setiap kebersamaan. Ada rasa segan meninggalkan semuanya, segala kebersamaan yang membuat kita nyaman (Sakti, gw minjem kata-kata lo…). Ada rasa haru untuk menanggalkan kenangan yang telah terajut. Kita semua seakan sudah bukan sebatas teman, tapi telah menjadi saudara. Mungkin masih banyak untaian kata-kata yang tiba-tiba menjadi beku pada malam itu. Tapi saya yakin, dari kenangan-kenangan itu memang bayak yang tak dapat diucapkan dan diutarakan hanya sebatas pada kata, tetapi kenangan itu akan terus membekas di hati sebagai penghibur jiwa saat gundah menyerang atau saat sepi datang. Semoga segala harapan dan kata-kata yang diucapkan pada malam itu tak hanya sekedar retorika belaka….

Keesokan harinya kita harus bangun pagi-pagi, harus memanfaatkan sisa waktu yang tersisa. Ternyata memanfaatkannya dengan kembali bermain voli (lagi…T_T) atau ada juga yang berjalan-jalan di sekitar kawasan itu. Jam 8 pagi kita sudah beriap-siap untuk kembali, kali ini bukan ke kampus tapi ke rumah masing-masing di Bekasi. Jam 9 kita sudah siap berada di bis Depdagri untuk pulang. Bagi kami ini adaah 3 hari yang berkesan (mungkin ini artinya dari “3 Hari Untuk selamanya” ya…”). Pemandangan Gunung Salak dan Gunung Gede Pangrango kembali mengiringi kami seakan-akan mengucapkan selamat jalan. Selama perjalanan Lagu “Sebatas Teman” dari Sindentosca terngiang-ngiang di kepalaku…

“teman…kau selalu indah

Walau bumi…tak berputar tak bersinar

Teman… sehangat sinar mentari

Yang selalu…menghangatkan bumi ini…”

2 Response to "somasi goes to puncak !!!"

Anonim mengatakan...

Hello. This post is likeable, and your blog is very interesting, congratulations :-). I will add in my blogroll =). If possible gives a last there on my blog, it is about the Computador, I hope you enjoy. The address is http://computador-brasil.blogspot.com. A hug.

luvelyia mengatakan...

mu, foto2nya bgs.
Di puncak ya ?

Btw, yg pi2s sapa?
Pi2snya bnyk bgt,sampe sekolam gitu ... :)

Posting Komentar

mohon komentar, kritik, dan sarannya...

powered by Blogger | WordPress by Newwpthemes | Converted by BloggerTheme