Jawaban yang terlambat

Pagi ini aku merasakan kembali suasana melankolis. Entah karena apa. Semenjak tengah malam tadi insomnia ku kambuh lagi, mungkin terlalu banyak hal yang dipikirkan. Atau mungkin pula karena langit semenjak tadi masih enggan berhenti mengucurkan air hujannya.

Dari dalam bis menuju kantor kuperhatikan keadaan sekitar. Suasana langit yang mendung enggan menampakkan secercah sinar mentarinya. Kaca yang berembun akibat suasana yang begitu dingin semakin meredupkan suasana. Ah, ditambah pula dengan pendingin ruangan di dalam kendaraan ini yang begitu dingin. Segera saja kurapatkan jaketku, setidaknya bisa mengurangi kadar menggigilku.

Kemudian kuambil ponsel genggam dari kantong celanaku yang sedang dalam keadaan basah akibat guyuran hujan. Lalu perlahan kembali kubuka folder inbox di dalamnya. Perhatianku tertuju pada 3 pesan singkat yang kuterima tadi malam. Isinya tidak begitu singkat jika tidak ingin disebut cukup banyak.

Kubaca kembali satu persatu pesan singkat itu. Ya, kuanggap itu semua adalah jawaban dari empat tahun penantian. Ketika membacanya ada rasa bahagia bercampur dengan penyesalan. Bahagia karena akhirnya aku mendapatkan sebuah jawaban dari sebuah ketidakpastian dan penyesalan karena ternyata jawaban itu datang terlambat meski akhirnya kutemukan kepastian.

Aku memang sempat berpikir empat tahun telah terbuang percuma. Tapi tidak, bagiku jawaban itu sudah cukup meskipun terlambat datangnya. Kuterima empat tahun itu sebagai pelajaran hidup untuk menjadi dewasa dalam arti sebenar-benarnya, bukan dilihat dari segi umur. Empat tahun itu kuanggap sebagai waktu yang dibuthkan untuk proses pematangan jiwa yang didalamnya aku dicekoki dengan berbagai macam pengetahuan kehidupan yang tak kuterima di bangku kuliah. Entahlah...

Kusandarkan kepalaku pada bangku bis itu kemudian kucoba pejamkan mata. Dari tadi malam mata ini sulit terpejam. Ah, aku masih belum bisa menidurkan jiwaku barang beberapa menit saja. Akhirnya kulayangkan pandangan ke luar jendela. Jalanan tampak berkilat oleh basahnya air. ”aku selalu suka sehabis hujan di bulan Desember...” lagu Efek rumah Kaca yang teringat dalam pikiranku meskipun radio yang diputar melantunkan nada yang lebih melankolis. Langit masih belum mau berhenti mencurahkan air ke bumi.

Kubiarkan diriku terbawa suasana melankolis ini. Dan bis pun melaju keluar dari Tol Gatot Subroto manuju Slipi...

1 Response to "Jawaban yang terlambat"

luvelyia mengatakan...

sedih sekali tampaknya ... penantian 4 tahun ya ??????? .....

sabar ya bos !!
pasti TUHAN punya rencana lain untuk kalian :)

Posting Komentar

mohon komentar, kritik, dan sarannya...

powered by Blogger | WordPress by Newwpthemes | Converted by BloggerTheme