Aku Sayang Ibu


Ketika kucium tangannya, seketika itu juga terhirup olehku aroma detergen bubuk pencuci pakaian yang kukenali. Meskipun sudah tak lentik lagi, tangannya masih cekatan untuk mengurus segala macam hal yang berkaitan dengan rumah tangga. Dari jemarinya sudah tak lagi melingkar emas atau permata tanda pernikahannya. Aku pun sudah lupa kemana perginya semua, katanya untuk biaya pendidikan kami atau sekedar untuk bertahan hidup.


Kulitnya sudah mulai legam. Bukan, bukan termakan usia, tetapi karena sengatan mentari saat menjemur pakaian. Atau saat terpaksa berbelanja ke pasar karena hari sudah siang. Langkahnya terlihat letih namun tak bisa dibilang gontai. Aku suka dengan semangatnya.


Di sekitar matanya mulai cekung, ada bayangan hitam disana. Bukan, bukan menggunakan eye shadow, tetapi karena terpaksa bangun lebih pagi dan tidur lebih larut. Hanya untuk membangunkan putra-putrinya dan menunggunya sampai di rumah dengan selamat.


Tubuhnya pun sudah mulai terlihat menipis. Bukan karena diet yang biasa dilakukan orang-orang yang kurang percaya diri, tetapi mungkin karena tak sempat beliau menikmati makanan hasil olahannya. Tak punya waktu untuk mengunyah sekedar sesaat , katanya.


Ah, andai aku tahu apa yang bisa membuatnya bahagia. Aku rasa pijitan tanganku apabila beliau merasa pegal tak mampu mengurangi rasa lelah hidupnya. Baik fisiknya maupun hatinya. Mungkin hadiah-hadiah yang kami berikan tak mampu menebus jasanya yang selama ini telah beliau berikan pada kami. Baginya, senyum kami dimasa yang akan datang yang diharapkan.


Aku hanya ingin datang padanya kemudian mengucapkan sepatah kata, mungkin bisa menyenangkan hatinya meskipun tak bisa membalas jasanya…


“Aku sayang ibu”…

No Response to "Aku Sayang Ibu"

Posting Komentar

mohon komentar, kritik, dan sarannya...

powered by Blogger | WordPress by Newwpthemes | Converted by BloggerTheme