Maaf kawan-kawan narablog, lama saya tak bisa BW. Rasanya beberapa hari atau pekan belakangan ini rasa segan untuk menulis sedang menyerang saya. Alhasil, blog ini sering terbengkalai. Padahal sejak awal tahun saya sudah menyiapkan banyak skript tulisan yang akan diterbitkan. Tapi rasa enggan itu kembali datang ketika saya berusaha untuk mengembangkannya..ah....
Tapi ada yang benar-benar menarik perhatian saya. Akhirnya saya berusaha untuk coba menuangkannya dalam kata-kata...
Waktu itu saya iseng menyaksikan sebuah film yang dibuat oleh James Cameroon. Film yang dalam penayangannya terdapat versi 3D ini diberi judul Avatar. Pertama saya membaca judulnya saya kira film ini hasil pengembangan dari cerita Ang si Avatar yang biasa ditayangkan di TV. Ternyata ketika menyaksikan sangat berbeda. Dan kesannya luar biasa...jauh dari apa yang saya bayangkan (saya kira filmnya tidak menarik)...
Kali ini saya tak ingin memberikan sinopsis jalannya cerita dalam film yang berjalan lebih dari 2 jam ini, pasti sudah banyak narablog yang membuatnya. Lagipula jika saya membuatnya sekarang, sudah jauh dari up to date...
Jika kita memperhatikan cerita dalam film ini ternyata ada sisi kritik yang benar-benar mengena dalam kehidupan nyata. Kritik terhadap korporatokrasi negara-negara adidaya di negara-negara dunia ke-3...
Tapi ada yang benar-benar menarik perhatian saya. Akhirnya saya berusaha untuk coba menuangkannya dalam kata-kata...
***
Waktu itu saya iseng menyaksikan sebuah film yang dibuat oleh James Cameroon. Film yang dalam penayangannya terdapat versi 3D ini diberi judul Avatar. Pertama saya membaca judulnya saya kira film ini hasil pengembangan dari cerita Ang si Avatar yang biasa ditayangkan di TV. Ternyata ketika menyaksikan sangat berbeda. Dan kesannya luar biasa...jauh dari apa yang saya bayangkan (saya kira filmnya tidak menarik)...
Kali ini saya tak ingin memberikan sinopsis jalannya cerita dalam film yang berjalan lebih dari 2 jam ini, pasti sudah banyak narablog yang membuatnya. Lagipula jika saya membuatnya sekarang, sudah jauh dari up to date...
Jika kita memperhatikan cerita dalam film ini ternyata ada sisi kritik yang benar-benar mengena dalam kehidupan nyata. Kritik terhadap korporatokrasi negara-negara adidaya di negara-negara dunia ke-3...
Dalam film yang bersetting tahun 2154 ini diceritakan bagaimana manusia “bumi” menjelajah sebuah planet yang dinamakan “PANDORA”. Planet yang sangat indah ini ternyata mengandung banyak sumber daya alam mineral yang sangat mahal, disebut Unobtanium. Namun ternyata untuk mengeruknya tak semudah apa yang dibayangkan. Di dalam planet itu terdapat banyak hewan-hewan berukuran raksasa dan tentunya penduduk asli sana, Bangsa Na’vi.
Untuk membujuk orang-orang Na’vi agar mau menyingkir dari tempat yang didiaminya selama ini, yang diperkirakan dibawahnya terdapat kandungan Unobtanium yang melimpah, dikirimlah avatar dari suku tersebut. Avatar yang dibuat dari DNA orang Na’vi dan dikendalikan manusia pun menyusup ke dunia PANDORA.
Namanya manusia bumi yang selalu dipenuhi nafsu dan serakah, mereka tak sabar untuk menguasai lahan “tambang” tersebut. Apapun akan dilakukan, termasuk memusnahkan para Na’vi dan menghancurkan ekosistem di Planet Pandora. Mereka pun menggunakan para militer terlatih dan peralatan tempur canggih untuk memborbardir para Na’vi, demi mengusir mereka dari lahan “tambang”.
Namun atas bantuan avatar tersebut keserakahan manusia bumi mampu diredam, bahkan dikalahkan meski dengan pengorbanan yang tidak sedikit. Alam indah “pandora” pun mampu diselamatkan.
***
Dari film ini saya jadi teringat apa yang dialami oleh negara-negara seperti planet “Pandora”. Negara-negara yang memiliki keindahan alam namun di dalamnya terkandung kekayaan mineral yang sangat melimpah, termasuk Indonesia.
Bagaimana bumi Papua dikeruk kekayaan alamnya, menyingkirkan tanah adat setempat demi mendulang emas dan tembaganya. Bagaimana Gunung Grasberg di Papua terkeruk habis menyisakan cekungan yang dalam dan sisa-sisa tambang. Bagaimana rakyat Amungme dan Komoro yang terdepak dari tanah tempat mereka berpijak.
Lalu, cobalah lihat bukit-bukit di sekitar Kota Samarinda yang semakin habis tergerus pertambangan Batubara. Menyisakan banjir di Pusat Kota setiap datangnya musim penghujan. Menyisakan sisa-sisa tambang yang teronggok.

Apa yang akan terjadi pada tempat-tempat “Pandora” di Indonesia 5, 10 atau bahkan 50 tahun yang akan datang. Masihkah kita menyisakan sedikit rezeki dari alam untuk anak dan cucu nanti. Atau kita sudah bersyukur mendapatkan rezeki dari serpihan-serpihan hasil kekayaan alam kita sendiri yang diborong habis oleh pihak-pihak asing?
Yah, setidaknya dari film ini kita bisa belajar bagaimana seharusnya sikap kita terhadap korporatokrasi asing. Korporatokrasi yang senantiasa memberikan kita berbagai fasilitas yang akhirnya terbuai dengan sistem yang terbentuk yang akhirnya membuat kita “rela” menjadi budak untuk mereka...
Sekadar mengingatkan:
Undang-undang Dasar 1945, Pasal 33:
- Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas kekeluargaan;
- Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara;
- Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat;
- Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional;
- Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.
Selengkapnya...