go MUAM !!!

percobaan tracing vector dengan menggabungkan beberapa objek...
tapi saya masih bingung dengan pewarnaannya...
ga ngerti and ga bisa nge"match"nya.... Selengkapnya...

Kebenaran???

Sebenarnya apa itu kebenaran? Apakah kebenaran itu hanya merupakan hasil dari sebuah proses dialektika? Berawal dari adanya tesis yang kemudian dilawan dengan antitesis untuk menghasilkan sebuah sintesis yang selanjutnya menjadi tesis baru? Dari tesis baru itu muncul pula antitesis baru dan begitu seterusnya proses itu berlangsung secara berulang-ulang? Apakah itu berarti kebenaran itu bersifat dinamis dan selalu mengikuti perkembangannya? Kalau begitu, dimana letak kebenaran yang sesungguhnya? Sebuah kebenaran hakiki yang jika itu dijadikan sebuah tesis tak mungkin ada antitesisnya? Apakah kebenaran seperti itu hanya ada di tangan Sang Pencipta Kebenaran itu sendiri? Lalu, siapa sesungguhnya Sang Pencipta Kebenaran itu? Apakah manusia sanggup untuk mencipta sebuah kebenaran mutlak? Jika tidak, mengapa masih berani menyatakan dirinya itu paling benar dan yang lain itu salah?

Selengkapnya...

Mahasiswa, dimana intelektualitasmu kini?

Kata-kata MAHASISWA yang dulu berkonotasi positif kini perlahan berubah menjadi negatif. Masyarakat yang dulu menganggap mahasiswa sebagai “agent of change” yang membawa perubahan bangsa ke arah yang lebih baik sekarang sudah mulai bergeser. Kini mahasiswa identik dengan pembawa terror, biang kerusuhan, pengusung kekerasan atau apalah lainnya yang intinya citra dari status dan kedudukan mahasiswa di mata masyarakat sudah sebegitu buruk. Mengapa bisa sampai demikian?.

Pergerakan mahasiswa yang mengatasnamakan rakyat semakin lama semakin berubah fungsi. Sebelumnya tujuan pergerakan ini adalah membawa aspirasi rakyat untuk bisa dijadikan pertimbangan pemerintah dalam memutuskan suatu kebijakan. Sebenarnya disini pencitraan sebagai mahasiswa masih baik karena mahasiswa dianggap sebagai “corong” dari suara rakyat. Tetapi, entah karena volume corong itu terlalu besar atau karena bentuknya yang berubah, fungsi dari pergerakan itu juga berubah. Pergerakan tersebut tak lagi murni menyampaikan aspirasi rakyat tapi lebih bermuatan politik. Latar belakang yang mendasari adanya sebuah pergerakan pun menjadi bermacam-macam. Sekedar cari sensasi, numpang tenar, atau bahkan bisa menjadi kendaraan yang efektif untuk berkampanye.

Hal ini lebih diperparah lagi dengan adanya “chaos” dari hampir setiap gerakan yang dilakukan mahasiswa. Penyampaian aspirasi yang dilakukan sering berujung pada pengrusakan fasilitas umum. Padahal di tengah krisis yang semakin mendera, rakyat sangat membutuhkan apa yang dinamakan fasilitas umum tersebut. Kalau semua sudah hancur, siapa yang bertanggung jawab?. Imbas yang paling besar memang dirasakan oleh rakyat sebagai pengguna. Lalu, apakah ini yang dinamakan pembelaan terhadap hak rakyat?.

Selanjutnya berita kekerasan dari sekolah kedinasan (yang berbau militer tentunya) tak henti-hentinya bermunculan. Di tengah mahalnya pendidikan dan susahnya mencari lapangan pekerjaan, sekolah kedinasan merupakan alternative pilihan jawaban. Namun, sistem senioritas di dalamnya seakan berubah menjadi mimpi buruk. Sekolah tinggi yang seharusnya menjadi pencetak tenaga handal dalam lembaga-lembaga pemerintahan seperti berubah menjadi camp penyiksaan. Perputaran generasi dalam sekolah-sekolah tinggi itu tak mampu menghapus sistem senioritas yang “over”. Apakah ini merupakan jalan untuk mendapatkan sebuah respect atau penghormatan dari adik kelas?. Kalau memang seperti itu, apa bedanya lembaga pendidikan dengan geng-geng preman?. Lalu, apakah seperti itu calon aparatur Negara yang diharapkan masyarakat?.

Kemudian, kabar kekerasan dari satu kampus dan kampus lainnya juga santer terdengar. Entah itu keributan antara satu kampus dengan kampus lainnya atau bahkan satu fakultas dengan fakutas lainnya dalam satu kampus hanya karena urusan sepele. Lalu, dimana landasan berpikir mahasiswa yang merupakan harapan bangsa?. Apakah fungsi lembaga pendidikan sudah bergeser menjadi pencetak preman dimasa depan?.

Jika kekerasan-kekerasan seperti itu masih terjadi, masih pantaskah kita menyandang gelar “MAHASISWA”?. Masihkah kita punya malu untuk menyebut kita sebagai pahlawan?. Dimana kesan intelektualitas dari mahasiswa itu sendiri?. Sebegitu dalamnyakah setan merasuk sehingga dari mahasiswa yang seharusnya lahir pemikiran-pemikiran baru dan segar malah muncul kehancuran?. Lalu, kapan bangsa ini bisa bangkit dari keterpurukan kalau tak ada generasi yang bisa diharapkan?. Masih banyak pertanyaan lainnya dan yang sanggup menjawabnya ya mahasiswa itu sendri. Semoga mahasiswa bisa bisa merubah bangsa ini menjadi sebuah bangsa yang lebih arif dan bijaksana…

Selengkapnya...

powered by Blogger | WordPress by Newwpthemes | Converted by BloggerTheme