Dunia Anak yang terlupakan

Untuk teman-teman yang pernah mengalami masa kecil antara akhir tahun 80an sampai pertengahan 90an, masih ingatkah lagu-lagu yang dibawakan oleh Enno Lerian, Bondan Prakoso (kecil), Trio Kwek-kwek, atau Susan & Kak Ria? Kemudian, bagi mereka yang pernah mengalami masa akhir tahun 90an tentu masih ingat lagu-lagu polos khas anak-anak yang dibawakan Joshua, Kiki, dsb. atau zaman orang tua kita kecil tentunya akan ingat nama Adi Bing Slamet.

Kemudian, masihkah kita ingat permainan-permainan yang sering kita mainkan bersama teman-teman lain saat sore menjelang magrib, atau sehabis isya ketika malam terang bulan? Permainan-permainan seperti petak umpet, tak jongkok, tap benteng, galasin, do-mi-ka--do, ular naga panjangnya, dan masih banyak permainan lain yang dalam memainkannya dibutuhkan banyak orang. kalau kita mengingat masa kecil kita, mungkin kita akan tersenyum sendiri membayangkan kepolosanm keluguan, bahkan kebodohan dan kenakalan kita kecil.

kini, mungkin umur kita telah bertambah. Kita sudah bukan anak kecil lagi, kita telah dewasa jika dipandang dari segi umur. Namun, layaknya kehidupan, apakah tak ada regenerasi-regenerasi dari kita? adik-adik kita atau anak-anak kita mungkinkah akan akan masih mengenal lagu anak-anak pada zamannya? Mungkinkah mereka masih mengenal permainan-permainan yang kita mainkan dahulu? Jika memang zaman telah berganti, mungkinkah mereka akan mendapatkan permainan yang membutuhkan banyak kawannya? Atau setidaknya menunjukkan bahwa mereka anak-anak.

Ya, disadari atau tidak, nilai kekanak-kanakan mulai bergeser. Setidaknya mereka mengalami pendewasaan dini. Saat ini, coba kita tanyakan anak-anak kecil yang kita kenal, apakah mereka tahu lagu anak-anak yang sedang ngetrend? Mereka akan menjawab atau bahkan dengan hapal menyanyikan lagu-lagu Peterpan, Kangen Band, samsons, The titans, dan band-band lain yang sedang ngetrend. padahal kita semua tahu, lirik-lirik di dalam lagu-lagu tersebut kebanyakan bercerita tentang cinta dan perselingkuhan yang dipandang terlalu tabu untuk didengarkan oleh anak-anak, apalagi dinyanyikan sampai dihapalkan.

permainan-permainan yang disodorkan kepada anak-anak saat ini juga cenderung permainan-permainan individu, yang tidak dibutuhkan banyak teman dalam permainannya. jika memang membutuhkan teman, mereka lebih cenderung memilih game-game virtual on-line, bukannya permainan-permainan outbond. Anak-anak zaman sekarang mungkin sudah akrab dengan yang namanya Playstation dari 1,2,sampai3, atau X-box. kemudian, sebagian dari mereka juga mungkin sudah akrab dengan Ragnarok, Gunbound, Pangya, dan game-game virtual on-line lainnya. Bahkan mereka sudah sangat akrab dengan Counter Strike. Game-game tersebut tidak semuanya baik untuk dimainkan oleh kalangan anak-anak. Bahkan, hampir sebagian besar dari game-game sekarang yang beredar menampilkan unsur kekerasan dan seksualitas.

Kini, kita memang sudah sangat jarang menemukan permainan dan lagu yang benar-benar mencerminkan dunia anak-anak. Saya sendiri sudah jarang mendengarkan lagu anak-anak yang menyanyikan lirik-lirik yang di dalamnya terkandung nilai-nilai dan norma-norma. Yang ada, anak-anak didempul sana-sini supaya bergaya layaknya orang dewasa dan menyanyikan laguorang dewasa. Lalu permainan-permainan yang mengajarkan kebersamaan dan toleransi sudah jarang terlihat. Permainan-permainan yang realistis untuk anak-anak yang sudah jarang ditemukan. Yang ada, mereka sudah diajarkan individualis sejak dini. Mengembangkan ego mereka masing-masing tanpa memperdulikan sekitar. Mereka sudah di ajarkan malas dengan terbiasa bermain sambil tiduran atau duduk terpaku di kamarnya. Mereka juga sudah terlalu diajarkan untuk berkhayal dan berkhayal dengan permainan-permainan yang jauh dari kenyataan yang akan mereka hadapi.

Mungkinkah kita akan membiarkan adik-adik kita, anak-anak kita, atau generasi-generasi penerus kita tenggelam dalam dunia mereka sendiri? Mungkinkah kita akan membiarkan mereka tak berani memandang kenyataan hidup? Selengkapnya...

percakapan hati saat menuju ke utara - sebuah cerpen

Aku masih berada di pedistrian jalan protokol pusat kota, menjejakkan kaki melangkahkan diri menuju ke utara. Kulihat jam di tanganku, waktu telah menunjukkan pukul 12.30 malam atau lebih tepatnya dini hari. Memang, masih terlalu dini juga untuk berjalan-jalan menikmati suasana kota. Tetapi tujuanku bukan untuk itu.

Tetesan air masih berangsur-angsur menyentuh kulitku, sisa hujan beberapa saat yang lalu. Beberapa sudut jalan juga masih digenangi air. Kendaraan yang masih jarang hilir-mudik juga membuat suasana semakin lengang. Kuning temaram lampu jalan yang sesekali kulewati membuat suasana semakin redup. Jarang sekali aku bisa menikmati suasana seperti ini di ibukota.

Aku masih berada di pedistrian jalan protokol pusat kota, menjejakkan kaki melangkahkan diri menuju ke utara. Kemarin masih kuingat, saat aku berjalan mengenakan kemeja "Versace", celana "Dolce&Gabana", dan sepatu "Gucci", serta jam tangan "Rolex" yang melingkar di pergelangan tangan, banyak yang menaruh hormat padaku. Kini, aku berjalan dengan sendal jepit "swallow" abal, celana jeans "Levi Strauss" yang sudah kumal dan robek disana-sini juga abal-abal, kaus putih oblong, dan jaket berbahan sweater lusuh tanpa merek, siapa yang mau memperdulikanku? Bahkan, mungkin mereka mengira aku gembel.

Memang, sekarang ini banyak yang memandang orang lain hanya dari segi penampilan fisik. Jika kita berpakaian necis, semua serba bermerek, menggunakan mobil mewah dan memiliki rumah layaknya istana, orang-orang dengan sendirinya akan mendekat. Entah menaruh kagum atau sekedar memberikan appreciate. Mereka tak perduli darimana semua itu didapat. Meskipun semua itu didapat dari hasil menjarah harta mereka, toh mereka juga tidak tahu, dan tak pernah mau tahu. Aku pun pernah merasakannya. Merasakan kemewahan di atas penderitaan mereka. Tetapi, hatiku berontak, teriak, hingga memekakkan telinga sanubari. Aku meninggalkannya.

Masih di pedistrian jalan protokol di pusat kota, dengan sisa-sisa air hujan yang masih menggenang di beberapa tempat. Aku membelokkan lengkahku ke arah timur, menuju sebuh taman kota. Beberapa sat kemudian aku sudah terduduk tenang di sebuah bangku taman yang masih basah oleh sisa-sisa tetesan air hujan tadi. Ku lihat jam di tanganku, hmm,, aku tersenyum. Sudah bukan "Rolex" lagi, pikirku, tapi setidaknya masih bisa menunjukkan bahwa saat ini masih pukul 1.00 dini hari.

Kemudian kunyalakan sebatang mild yang sedari tadi menyelinap di saku celanaku. Ku hisap dalam-dalam, kunikmati, lalu kuhembuskan kembali keluar memenuhi ruang sekitarku asap yang tadi sempat berputar dalam paru-paru. Aku pikir Perda tentang larangan merokok di tempat umum sudah tak berlaku lagi pada dini hari seperti ini. Lagipula, kenyakan peraturan itu seperti hangat-hangat feces. Ya. Hangat-hangat saat baru keluar, kemudian diperbincangkan, dipatuhi, sekaligus dilupakan.

Asap masih mengepul di sekitarku. Kusandarkan diriku di bangku taman yang masih basah oleh sisa-sisa tetesan air hujan tadi. Aku memandangi gedung-gedung di sekitar yang pada dini hari ini terlihat seperti bayangan keangkuhan yang siap mencakar langit yang sedang mendung. Lambang keangkuhan kota. Beberapa lampu di sana sudah padam, menandakan aktivitas di sana berhenti untuk sementara. Tetapi, kukira orang-orang di sana belum berhenti beraktivitas. Mereka hanya berpindah tempat. Aku rasa, mereka kini menjalankan aktivitasnya di dalam pub-pub atau diskotek-diskotek yang tersebar di kota ini. Menghabiskan uang mereka untuk kesenangan semu. Hmm,, tapi dunia ini juga semu. Mungkin mereka ingin menikmati kesemuan ini, kesementaraan ini, begitu pikirku.

Masih di bangku taman yang masih basah oleh sisa-sisa tetesan air hujan tadi. Aku memandangi keadaan sekitar taman kota. Sepi. Biasanya disini terdapat beberapa pasang manusia yang sedang bercinta, baik oleh pasangannya sendiri maupun oleh wanita penjaja cinta. Mungkin karena tadi kota ini sempat diguyur hujan sehingga menyebabkan tanah di taman kota ini basah tergenang, meeka enggan untuk datang. Aku menatap jam tanganku, sudah pukul 2.00 dini hari. Tak bisa kubuang waktuku lagi, pikirku. Perjalanan masih belum selesai. Segera kumatikan mild di tanganku, kemudian beranjak pergi.

Kembali berada di pedistrian jalan protokol di pusat kota, masih menuju ke utara. Genangan sisa air hujan tadi di beberapa tempat sudah mulai berkurang. Di jalan, hanya ada beberapa kendaraan yang berlalu-lalang. Ku hirup napas dalam-dalam. Bau tanah yang basah memenuhi rongga hidungku, masuk ke paru-paru, kemudian mengisi alam bawah sadarku.

Adzan subuh telah berkumandang. Kini, kakiku telah berpijak pada hamparan pasir di tepian pantai. Aku melihat ke utara. Dalam keemangan pagi buta aku bisa melihat lautan luas, berbatasan dengan langit yang masih gelap di ujung garis cakrawala. Kemudian aku terduduk. Diam diatas butiran-butiran pasir. Apakah ini akhir dari perjalanan?, pikirku. Laut yang terbentang di depanku hanya Laut Jawa yang tak lebih luas dari Samudera Hindia atau Samudera Pasifik. Aku mampu menyeberanginya.

Untuk beberapa saat aku berpikir, apa tujuanku ke utara? Bukankah utara itu hanya salah satu dari arah mata angin yang terdapat dalam kompas? Masih ada arah mata angin lainnya, bukan? Barat, Timur, Selatan. Mengapa kau tak memilih salah satunya? Berbagai pertanyaan kemudian terus memenuhi benakku. Aku berbaring. Lama aku memandang ke arah vertikal di atasku, langit ppagi yang sudah mulai menunjukkan sinar kemerahannya dai ufuk timur.

Akhirnya pikiranku berbicara, hidup itu bukanlah menuju ke segaa penjuuru arah mata angin. Ke Utara, Barat, Selatan, Timur, kemana saja kau pijakkan kakimu, kau tetap sama. Tak ada yang berbeda. Yang berbeda hanya tempat pijakkan kakimu. Bukan dirimu. Yang perlu kau lakukan untuk merubah dirimu adalah meningkatkan kualitas dirimu, bukan kualitas fisik, bukan kuantitas materi. Arah mata angin itu hanya menunjukkan ke mana kau seharusnya melangkah untuk mendapatkan itu semua, untuk melatih kepekaan dirimu. Arah mata angin itu akan membantumu menunjukkan dimana kau seharusnya berpijak,kemudian kau aplikasikan semua kemampuan yang ada dalam dirimu untk mendapatkan sebuah kemampuan baru dari dirimu yang dapat kau aplikasikan di tempat lain dengan bantuan arah mata angin itu. Jika semua itu telah kau lakukan, maka dirimu naik ke arah vertikal. Terus dan terus naik sampai akhirnya kau mampu mendapatkan pandangan yang lebih jelas dan lebih luas dibandingkan dengan yang orang lain miliki.

Kemudian kupejamkan mataku sambil berbaring. Kelopak mataku sudah terbalut rasa kantuk yang sangat dalam. Kunikmati nyanyian dari desiran ombak di pagi hari. Aku ingin memulai hari baru, hidup baru, dari sini. Dari sebuah tempat di utara kota. Setelah ini akan kubiarkan diri ini berlari...
m(u_m)u...am


Bintaro, 19 November 2007
04.45

inspired songs :
  • zeke and the popo - 1.1 million woodcutter
  • zeke and the popo - unrescued world
  • pure saturday - di bangku taman
  • pure saturday - kosong


Selengkapnya...

eksistensi

Sebenarnya apa yang mendasari seorang manusia melakukan sesuatu dalam hidupnya? Eksistensi. Ya, saya kira semua yang dilakukan oleh manusia itu adalah untuk menunjukkan ke-eksistensi-an atau keberadaan dirinya terhadap manusia lain. Memang sudah kodratnya, manusia selain merupakan makhluk individu juga diciptakan sebagai makhluk sosial. Jadi, seberapa pun individualisnya seseorang, ia akan melakukan sesuatu untuk menunjukkan eksistensi dirinya terhadap individu lain.

Namun, yang menjadi persmasalahan sekarang ialah bagaimana cara seseorang itu menunjukkan eksistensinya. Banyak memang yang bisa dilakukan oleh manusia untuk menunjukkan eksistensinya. Bisa melalui jalan positif maupun negatif. Bisa dengan menggunakan cara-cara yang biasa dipakai oleh khalayak umum bisa juga dengan menggunakan cara-cara yang ekstrim dan diluar kebiasaan manusia pada umumnya. Disini, yang menentukan baik buruknya, positif negatifnya cara-cara yang dipakai adalah masing-masing individu itu sendiri.

Ada orang-orang yang menunjukkan bakat-bakatnya dengan melukis, bermusik, merupa, menulis, berakting, dan sebagainya untuk menunjukkan eksistensi dirinya. Begitu pula mereka yang berkumpul, kemudian membuat geng. Adapun cara-cara yang dilakukan oleh para perkumpulan itu atau geng-geng itu merupakan tindak kekerasan atau bukan merupakan cara mereka untuk menunjukkan eksistensi mereka, keberadaan mereka, untuk kemudian pengakuan dari masyarakat bahwa mereka ada. Bahkan, bunuh diri mungkin juga merupakan cara untuk menunjukkan eksistensi diri seseorang pada dunia. Ya, dunia yang telah membuat kebosanan hidup dari orang tersebut telah mencapai titik nadir.

Tetapi, sekali lagi, semua itu pilihan. Tergantung dari individu-individu manusia itu sendiri. Hidup itu sebuah pilihan. Sekarang kita yang menentukan. Lalu, bagaimana jika kita enggan menunjukkan eksistensi kita pada dunia? Atau setidaknya pada orang yang berada di sebelah kita. Mungkinkah kita hidup hanya sebagai seonggok daging yang telah dianugerahi otak yang volume untuk berpikirnya lebih besar dari volume untuk berpikir dari otak hewan? Ya, sekali lagi, semua itu pilihan.

Selengkapnya...

langit terbuka luas mengapa tidak pikiranku pikiranmu

Langkah Kaki Bergerak
Berbungalah Walaupun Nanti
Bernyanyilah Suatu Saat Kita Akan Berjumpa

Satu Dari Semua Yang Mungkin Dapat
Berjalan Kembali
Saatnya.... Saatnya....
Terbang... Tanpa Arah...
Teruskan Kembali Nafas Kita

Tak Akan Mungkin Angin Ramah Memanggil
Mungkin Kita Akan Berlari
Terbang...
Terbang... Tanpa Arah...
Teruskan Kembali Nafas Kita

lagu dari pure saturday itu terus menggema ditelingaku. entah sudah berapa kali lagu itu di repeat di mp3 player milikku. aku mencoba menginterpretasikan lirik-liriknya yang ada di setiap bait. tetap tidak ku temukan.

aku hanya tertarik pada judul lagu yang terpampang. seolah menyindir atau memang menasihati. pikiranku atau mungkin pikiranmu sepertinya jauh berbeda dengan langit yang luas tanpa batas. padahal jika kita mau memanfaatkannya, pikiran kita bisa lebih luas dari langit yang tanpa batas itu.

huh,,aku lelah memandang langit, begitu luas. aku juga lelah membaca pikiranku, begitu sempit, tersekat dalam keterbatasan ilmu yang kumiliki, dan ilmu yang kumiliki tetapi belum dapat ku aplikasi. pandanganku masih kosong, entah ke arah langit atau ke arah pikiranku.

ya, sudah saatnya untuk bergerak. aku ingin mempunyai pikiran seluas langit. sudah saatnya ku mengepakkan sayap-sayap kecilku yang selama ini tak terpakai. sayap-sayap pikiran dalam keoptimisan.

aku segera tersadar dari lamunan...

Terbang...
Terbang... Tanpa Arah...
Teruskan Kembali Nafas Kita

catatan mahasiswa yang sedang melamun
Selengkapnya...

macet lagi...macet lagi...

akhir-akhir ini kita dikejutkan dengan kejadian fenomenal di jakarta. sebuah peristiwa yang sudah menjadi kebiasaan tiba-tiba menjadi suatu hal di luar kebiasaan. ya, macet yang terjadi di ibukota tiba-tiba menjadi sebuah peristiwa yang fenomenal ketika terjadi di luar batas. menurut data, 80% wilayah jalan raya di jakarta, setiap jam berangkat dan pulang kerja mengalami kemacetan yang luar biasa. bayangkan saja, jarak tempuh dari rumahku di Bekasi ke Pulo Gadung yang kalau lancar bisa ditempuh hanya dengan 45 menit, tiba-tiba menjadi 2 jam. itu belum seberapa, kawasan Pondok Indah yang notabene kawasan elite, tiba-tiba menjadi riuh dengan hingar-bingar kemacetan. temanku cerita, meskipun dia mengendarai motor, tetap tidak bisa lewat, dan stagnan di sana hingga 1 jam.

beberapa penyebab mendasari orang-orang beropini mengenai sumber dari kemacetan itu. kebanyakan dari mereka berpendapat kemacetan tersebut diakibatkan adanya pembangunan sarana-sarana transportasi massal yang tak kunjung selesai. pembangunan koridor busway yang mempersempit lahan jalan utama menyebabkan terjadinya penumpukkan kendaraan. monorail yang sampai sekarang masih terpancang hanya tiangnya saja juga memperburuk keadaan. ditambah lagi pembangunan underpass dan bypass yang masih belum selesai di beberapa tempat.

di antara pendapat-pandapat tersebut, aku mempunyai pendapat pribadi atas permasalahan tersebut, dan tentu saja solusinya. menurutku kemacetan yang ada di Jakarta itu disebabkan oleh sesuatu yang bisa kita sebut sebagai pararel effect. efek ini merupakan akibat dari suatu peristiwa yang kelihatannya tak ada hubungannya dengan peristiwa lain, tetapi sebenarnya berhubungan, bisa dibilang seperti paradoks. baiklah kita jabarkan.

  1. setiap tahunnya Jakarta mengalami penambahan jumlah penduduk yang begitu pesat, hal ini tak diimbangi dengan penambahan lapangan kerja, menjadikan lapangan kerja yang ada semakin sedikit.
  2. hal tersebut menyebabkan semakin maraknya tindakan kriminalitas, terutama yang dilakukan di jalan raya, dan tindak kriminal itu biasanya dilakukan di kawasan umum, atau kendaraan umum. dengan demikian kenyamanan seseorang dalam menggunakan kendaraan umum semakin berkurang.
  3. karena kendaraan umum sudah semakin tak nyaman, banyak orang yang beralih ke kendaraan pribadi. ditambah lagi, sekarang fasilitas untuk mendapatkan kendaraan pribadi dalam bentuk kredit semakin mudah , apalagi sepeda motor. tanpa DP saja kita sudah bisa membawa pulang sebuah sepeda motor.
  4. kemudahan memiliki kendaraan diikuti juga dengan kemudahan untuk mendapatkan izin mengendarainya. SIM sekarang dibuat tidak perlu melalui proses yang berliku dan berbelit, tak perlu umur yang cukup, dan yang pasti tak perlu mengerti bagaimana berlalu lintas yang baik. tinggal tembak!. akibatnya, kesadaran berdisiplin dalam lelu lintas semakin berkurang, bahkan bisa dibilang tidak ada.
  5. kendaraan semakin bertambah, tanpa diikuti peningkatan kedisiplinan berkendara dan berlalu lintas, di tambah jumlah jalan yang tetap menjadikan kemacetan yang tak berujung.
dari efek2 tersebut, kita bisa menyelesaikan persoalan dengan merunut penyebab awalnya. ya, penyebab utama adalah adanya ekspansi besar-besaran dari berbagai macam daerah ke ibukota. pemerintah bisa mencegahnya dengan melakukan pembangungan yang merata ke setiap daerah, sehingga mereka tak perlu lagi berlomba-lomba mencari peruntungan di kota. kebijakan yang sudah ada aku kira belum begitu efektif. kita tak akan bisa menanyakan setiap pendatang apa kemampuan adan keterampilan yang di andalkan untuk hidup di jakarta. ada baiknya kalau keterampilan itu dikembangkan di daerahnya masing2.

kemudian peningkatan lapangan kerja harus segera dilakukan. pemerintah harus merubah pola pendidikan kita selama ini yang job oriented menjadi entrepreneur oriented. lapangan kerja sudah sulit dicari. mengapa kita tak membuat lapangan kerja sendiri?

kemudahan perkreditan kendaraan bermotor harus dikaji ulang. jika industri otomotif di dalam negeri mengalami surplus, maka kita bisa meningkatkan kualitasnya dan menjadikannya sebagai komoditi ekspor. negara asia lainnya sudah berhasil, mengapa kita tidak?. kita jangan mau hanya terus menjadi negara konsumen, coba untuk jadi negara produsen. dengan begitu penerimaan negara bukan pajak bisa di dongkrak. APBN pun akan meningkat dan bisa digunakan untuk pembangunan lapangan kerja dan infrastruktur yang lainnya.

ketegasan aparat dalam menertibkan lalu lintas juga harus ditingkatkan. aparat sekarang tak ubahnya bahan olokan anak2 muda. mudah disogok. hanya di jadikan pajangan di jalan raya. kalau aparat tegas, disiplin diharapkan akan meningkat. karena negara kita masih menganut asas disiplin karena terpaksa, mauy diapakan lagi???

jika semua itu bisa dijalankan, kedepannya jakarta bisa menjadi kota yang bebas macet, atau tak usah muluk-muluk, kita dapat mengurangi panjangnya deretan macet di kota ini.
m(u_a)m Selengkapnya...

TURUN HUJAN = NAIK BANJIR

sudah biasa di kawasan urban seperti jakarta, kalau hujan turun ya harus bersiap2 untuk menaikkan barang, khususnya di bantaran kali. mengapa demikian? karena setiap hujan turun air yang ada di sungai2/kali2 yang melewati kawasan Jakarta itu meluap sampai berkali-kali lipat. air itu juga tak hanya berasal dari aliran sungai2 itu, tetapi juga air yang berasal dari daerah penyangga di sekitarnya, seperti Bekasi, Tanggerang, Bogor, dan Depok. air yang tak berhasil diserap di daerah itu mengalir ke daerah yang topografinya lebih rendah, yaitu : JAKARTA.

keadaan ini diperparah lagi dengan pembangunan apartemen-apartemen dan pusat perbelanjaan di lahan-lahan penyerapan air, terutama di kawasan Utara Jakarta. rawa-rawa dan situ juga hampir tak disisakan guna keperluan penyerapan air. akhirnya air hujan yang masuk ke kawasan jakarta akan sukses menggenangi kawasan tersebut dan bahkan akan semakin lama mengalir ke laut.

sepertinya pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah sekarang hanya berdasarkan business oriented tanpa memperdulikan dampak yang terjadi di kawasan itu. kawasan-kawasan penyangga yang seharusnya menjadi tempat penyerapan air, sukses di sulap menjadi kawasan pemukiman dan industri yang padat. pembuatan sarana transportasi seperti jalan-jalan tidak didampingi dengan pembuatan sarana peresapan air.

pada akhirnya, Jakarta akan terlihat seperti kota bendungan. bukan seperti Amsterdam, kota yang dibuat karena bendungan, tetapi Jakarta lebih terlihat seperti bendungan yang dibuat karena kota... Selengkapnya...

akhirnya datang juga...

wuihhh,,setelah sekian lama, akhirnya ku bisa kembali lagi mencoba nulis di blog ini. rutinitas yang membuat penat sudah mulai dijalani. kewajiban kuliah pun kembali datang menghiasi hari. jadi inget, kuliah tinggal setahun lageee...amiiin,,

2 minggu setelah kuliah dimulai, tepatnya senin kemarin, aku jatuh sakit. mungkin karena tak terbiasa dengan keseharian yang tiba2 jadi padat, atau bisa juga karena pola makan mahasiswa yang ugal2an membuat bibit penyakit sukses menyerang tubuhku. karena aku seorang calon akuntan, maka dilakukan segera analisis tentang apa penyebab penyakit itu (hubungannya???)

oke, kejadian dimulai 3 hari sebelum hari senin, yaitu hari jum'at, lebih tepatnya jum'at malam. kita akan susun kronologi kegiatan2 yang kulakukan yang diperkirakan menyebabkan penyakit itu datang.

jum'at
22:00 makan ayam bakar + minum jus alpukat
24:00 tidur

sabtu
04:00 bangun tidur
09:45 sarapan makan lontong sayur
10:00 pulang ke Bekasi dari Bintaro naek motor sama kawan + hujan-hujanan
13:00 muterin MetMal1 & 2 sendirian, nyari CD...
15:30 pulang ke rumah + hujan-hujanan lagi
16:00 makan siang di rumah, bikin indomie
20:00 makan malam di rumah, goreng tempe
23:00 makan sate kambing + 1 porsi, total 2 porsi

minggu
01:00 tidur
04:00 bangun tidur
10:00 sarapan, bikin indomie
10:30 sarapan lagi, babeh beli gado2
13:30 makan lagi
15:00 ngopi + biskuit2 kalengan
16:00 perut mulai terasa mual
20:00 makan malam
21:30 ke tempat kawan
23:00 kembali ke rumah, mulai terasa pusing, langsung tidur

senin
03:45 bangun, dengan perut sakit
04:00 perut tambah sakit, tambah melilit
08:00 pergi ke poliklinik terdekat

dari sekian banyak kejadian di atas, ada beberapa kejadian yang terindikasi menjadi penyebab datangnya penyakit. yang pertama, hujan-hujanan dari Bintaro ke Bekasi diperkirakan menyebabkan masuk angin dan perut mual. kedua, overdosis dalam makan. kita lihat di sini, kegiatan makan pada hari sabtu dan minggu tak teratur, ditambah lagi sabtu hampir tengah malam makan sate kambing ampai 2 porsi.berarti meurut analisisku, aku terkena masuk angin+ mag...

ternyata setelah dibawa ke poliklinik, hasil analisisku tak sepenuhnya benar. oleh dokter, aku divonis gejala tipes.. ah, tidak!. akhirnya seminggu ini aku tak diperbolehkan makan2an bersantan seperti : lontong sayur, nasi uduk, sayur lodeh, gule, dll; makanan pedas; indomie ;dll.
tapi untuk hari ini, aku sudah merasa agak baikan, thanx for dokter, buktinya...yah blog ini. Selengkapnya...

powered by Blogger | WordPress by Newwpthemes | Converted by BloggerTheme